Antara Konsistensi dan Kejenuhan
24 Oktober 2012
Sutradara: Tim Burton
Produser: Tim Burton
Penulis Naskah: Tim Burton
Pemain: Charlie Tahan / Catherine
O’Hara / Martin Short / Winona Ryder / Martin Landau
Sinematografi : Peter Sorg
Editing: Chris Lebenzon / Mark
Solomon
Ilustrasi Musik: Danny Elfman
Studio: Tim Burton Productions
Distributor: Walt Disney Pictures
Durasi: 87 Min
Bujet: $40 juta
Patut diacungi jempol, Tim Burton sejak awal hingga kini tetap mampu
memberikan sentuhan gaya yang konsisten melalui tema dan kisah yang gelap
dengan sentuhan ekpsresionistik-nya. Animasi stop motion juga bukan hal baru bagi Burton, tercatat The Nigthmare
before Christmas dan Corps Bride.
Frankenweenie diangkat dari film
pendek “live action” berjudul sama
tahun 1984 yang juga garapan Burton. Frankenweenie
kisahnya kurang lebih sama dengan film pendeknya yang diadaptasi lepas dari
cerita Frankenstein karya Mary
Shelley. Victor Frankenstein adalah seorang bocah penyendiri yang juga seorang
peneliti cilik. Victor memiliki seekor anjing bernama Sparky yang sangat ia
sayangi. Suatu ketika Sparky tertabrak mobil kita sedang bermain dan tewas
seketika. Victor yang tidak bisa menerima kenyataan mencoba melakukan
eksperimen untuk menghidupkan kembali Sparky.
Siapapun yang telah melihat pendeknya pasti kisahnya kini tidak lagi
memberikan kejutan yang berarti. Film panjangnya ini lebih terlihat seperti
film pendeknya yang dipanjangkan dengan tambahan beberapa karakter baru seperti
teman-teman sekelas Victor. Penokohan karakter selain karakter utama sama
sekali tak tampak sehingga empati kita ke tokoh-tokoh lain nyaris tak ada. Kisahnya
pun tidak sedramatik dan sehangat film pendeknya. Di film pendeknya, kita bisa ikut
merasa khawatir jika Sparky sampai terlihat orang, dan pada sekuen klimaks kita
juga bisa merasakan betul simpati para tetangga yang berubah terhadap Sparky
setelah ia menyelamatkan Victor di menara kincir angin namun ini semua tidak
tampak tidak di film panjangnya. Monster-monster yang dihidupkan oleh
teman-teman sekelas Victor juga terlalu mudah motifnya dan jelas terlalu berlebihan,
tanpa penyelesaian yang memadai atau konsekuensi dari perbuatan mereka.
Frankenweenie adalah semata
hanya film personal Burton lainnya. Konsistensi gaya khususnya dari sisi
kematangan pencapaian visualnya yang sangat artistik memang menjadi andalan
sang sineas selama ini. Ilustrasi musik dari komposer tetapnya, Danny Elfman
juga masih memberi warna tersendiri bagi film-filmnya. Masih ditunggu karya
masterpiece sang sineas, setelah Ed Wood,
Edward Scissorshand dan Sleepy Hollow pada dua dekade silam. Kelemahan
Burton pada beberapa film terakhirnya seperti Alice in Wonderland dan Dark
Shadows memang terletak pada pengembangan plotnya. Sang sineas seolah
bersenang-senang dengan dirinya sendiri di film-film ini tanpa memperdulikan
penonton. Jika Burton tidak ingin membuat jenuh para penggemarnya, ia harus
melakukan sebuah terobosan baru, tanpa harus melepas ciri khasnya. (B-)
No comments:
Post a Comment