“Hurt People Hurt People” ujar Roger Greenberg selalu dalam film Greenberg (2010) asuhan Noah Baumbach (Kickin and Screaming, The Squid and The Whale), semboyan itu pula yang ia jadikan penjelasan kenapa ia tak pernah berhenti menyakiti orang disekitarnya: karena ia sendiri sudah tersakiti, dan orang yang tersakiti akan menyakiti orang disekitarnya.
Menurut saya, “Hurt People Hurt People” justru tidak penting, ia hanyalah kamuflase agar Greenberg lebih gampang diterima penonton. Greenberg sebenarnya sangat ingin menunjukkan fenomena betapa jarangnya romansa warga kelas dua ditampilkan dalam film-film Amerika Serikat belakangan ini. Yang sering kita lihat palingan hubungan sesama orang kaya, sesama kelas menengah, atau antar kelas (lelaki miskin dan gadis kaya atau sebaliknya). Sedikit menceritakan, suatu hari, keluarga Philip Greenberg akan berlibur ke Vietnam. Maka ia meninggalkan rumahnya untuk dijaga oleh asistennya, Florence Marr. Philip berpesan bahwa nanti akan datang saudaranya, Roger, dari New York. Roger bekerja sebagai tukang kayu dan ia akan membuatkan kandang untuk Mahler, anjing keluarga Philip. Rumah yang kosong dan Mahler, lalu menjadi saksi bisu mengenai apa yang terjadi antara Florence si asisten (pembantu rumah tangga), dan Roger si tukang kayu.
Posisi Florence ditegaskan dengan memberikan jarak sosial yang jelas antara dirinya dan keluarga Philip tempatnya bekerja, hal ini sangat saya sayangkan karena Baumbach seperti setengah-setengah dalam mendeskripsikan Florence meskipun nyata-nyata ia adalah pembantu rumah tangga. Florence masih punya mobil dan rumah yang bagus, saya curiga Baumbach takut dicap melenceng jauh dari terma-terma Hollywood tempatnya dibesarkan. Status “si bujang lapuk” Roger Grenberg juga ditegaskan dari kenyataan bahwa ia dulu adalah seorang musisi berbakat, ia sudah dihadapkan pada lembar kontrak rekaman ketika ia menolak tanpa alasan yang jelas, dia akhirnya berujung di rumah sakit jiwa sebelum membaik dan menjadi tukang kayu. Degradasi kelas dalam kehidupan Roger Greenberg membuatnya menjadi lebih rendah dari kelas yang dihuni saudaranya, Philip.
Jangan tanyakan bagaimana fluktuasi romansa Roger dan Florence, sebab hubungan mereka sama sekali tidak penting dalam film ini, tak ada hambatan klasik seperti yang terdapat dalam asmara-asmara lain. Mereka hanya pergi bersama ketika bermain dengan Mahler (yang secara ajaib menjadi satu-satunya neutral zone dalam film Greenberg).
Kenapa saya bisa curiga sedemikian rupa?, saya berangkat dari pengalaman menonton Fantastic Mr. Fox (Wes Anderson, 2009) dimana Baumbach juga turut menulis naskah. Dan mendapati bahwa format animasi yang diterapkan hanya kamuflase total dari sebuah ideologi (agak) kiri yang diusung oleh dua orang ini (Anderson dan Baumbach). Fantastic Mr. Fox menjadi keren karena ia bisa ditonton oleh anak-anak dengan ekspektasi jalan cerita yang konyol, tetapi juga bisa membuat orang dewasa menganga-nganga. Karena lewat animasi, secara tak terduga mereka bicara tentang metafora revolusi, lihatlah bagaimana Mr. Fox memimpin kelompoknya menjarah pabrik dan berakhir pada pesta mereka di Supermarket. Hal Ini yang ingin diulangi Baumbach dalam format lain seperti Greenberg. Sehingga frase andalan “Hurt People Hurt People” yang digaungkan disepanjang film rasanya hanya menjadi tempelan saja.
Makbul Mubarak
Penikmat Film
No comments:
Post a Comment