Perkembangan film Hollywood yang begitu bombastis saat ini tak lepas dari kesuksesan film-film klasik pada masanya yang telah ada sejak awal 1900-an. Film-film berkualitas era Hollywood klasik sebagian besar masih dibuat hitam putih alias tidak berwarna. Siapa bilang menonton film hitam-putih membuat mata jenuh?
Awalnya sempat terbesit, apa enaknya menonton film yang variasi warnanya tak ada sama sekali, hanya ada hitam dan putih, terkesan datar dan tidak dinamis. Setelah mencoba menonton, semua paradigma tadi terpatahkan. Film klasik hitam-putih mampu memberikan kesan lain, sangat berbeda dengan film era modern saat ini. Ceritanya orisinil dan membangun moral. Hampir semua film klasik tidak ada adegan vulgar menantang, semua sopan, rapi dan apa adanya baik dari sisi tingkah laku maupun bahasa.
Walaupun tekniknya masih sederhana, para pembuat film masa itu mampu mengemas film garapan mereka dengan baik menjadi film yang berkualitas dan menarik untuk ditonton. Seperti misalnya film drama berlatar perang, Casablanca (1942) arahan Michael Curtis. Film ini mengingatkan kita pada arti pengorbanan sesungguhnya dalam situasi yang rumit. Michael Curtis mampu membangun suasana cemas, haru, syahdu, dan bahagia melalui editing gambar, pemilihan musik, dan rangkaian adegan yang dikemas secara apik.
Tidak adanya adegan vulgar dalam film juga sama sekali tidak mengurangi kemenarikan dari kisah cinta yang terjalin di dalamnya. Justru ini mengisyaratkan bahwa cinta adalah bersih. Seperti misalnya, The Best Years of Our Lives (1946) karya William Wyler yang memenangkan piala Oscar untuk film terbaik pada masanya. Film ini juga berlatar perang dengan tiga kisah roman yang sangat menguras air mata. Tak ada adegan vulgar di film ini, semua adegan dirancang dengan sopan dan apa adanya, sekalipun begitu film ini mampu memberikan kesan yang mendalam bagi penontonnya.
Ada lagi karya hebat lainnya seperti It Happened One Night (1934) karya Frank Capra. Film komedi roman yang berisi kisah cinta antara pria dan wanita yang berbeda status ini mampu membawa kita ke dalam perasaan emosional yang kuat. Tak jauh berbeda dengan It Happened One Night adalah Roman Holiday (1950) besutan William Wyler, juga merupakan kisah roman berbeda status yang disajikan dengan manis hingga mampu membuat kita menitikkan air mata. Kedua film ini sama-sama menampilkan adegan dimana tokoh utama lelaki dan wanita tidur dalam satu kamar. Adegan seperti ini di film-film sekarang berpotensi menimbulkan adegan percumbuan hingga adegan ranjang namun nyatanya di kedua film ini tak ada sama sekali aksi vulgar yang muncul.
Semua adegan dalam film-film klasik dibuat sopan sehingga aman untuk ditonton para remaja sekalipun. Saat menonton film-film klasik kita serasa kembali ke masa lalu, nyaman dan hangat. Warna hitam putih tak lantas membuat film-film klasik tidak menarik, justru sebaliknya. Sayang sekali, karya-karya masterpiece seperti ini justru dipandang sebelah mata oleh penonton masa kini. Kebanyakan penonton kini hanya peduli pada film-film baru yang ceritanya heboh dan kaya efek visual, padahal semua ini berangkat dari sukses film-film pada era klasik. Apa salahnya kembali menilik sejarah, yang jelas menonton film klasik akan memberikan Anda sensasi berbeda.
Luluk Nihayati
Mahasiswi Fakultas Budaya UGM
Awalnya sempat terbesit, apa enaknya menonton film yang variasi warnanya tak ada sama sekali, hanya ada hitam dan putih, terkesan datar dan tidak dinamis. Setelah mencoba menonton, semua paradigma tadi terpatahkan. Film klasik hitam-putih mampu memberikan kesan lain, sangat berbeda dengan film era modern saat ini. Ceritanya orisinil dan membangun moral. Hampir semua film klasik tidak ada adegan vulgar menantang, semua sopan, rapi dan apa adanya baik dari sisi tingkah laku maupun bahasa.
Walaupun tekniknya masih sederhana, para pembuat film masa itu mampu mengemas film garapan mereka dengan baik menjadi film yang berkualitas dan menarik untuk ditonton. Seperti misalnya film drama berlatar perang, Casablanca (1942) arahan Michael Curtis. Film ini mengingatkan kita pada arti pengorbanan sesungguhnya dalam situasi yang rumit. Michael Curtis mampu membangun suasana cemas, haru, syahdu, dan bahagia melalui editing gambar, pemilihan musik, dan rangkaian adegan yang dikemas secara apik.
Tidak adanya adegan vulgar dalam film juga sama sekali tidak mengurangi kemenarikan dari kisah cinta yang terjalin di dalamnya. Justru ini mengisyaratkan bahwa cinta adalah bersih. Seperti misalnya, The Best Years of Our Lives (1946) karya William Wyler yang memenangkan piala Oscar untuk film terbaik pada masanya. Film ini juga berlatar perang dengan tiga kisah roman yang sangat menguras air mata. Tak ada adegan vulgar di film ini, semua adegan dirancang dengan sopan dan apa adanya, sekalipun begitu film ini mampu memberikan kesan yang mendalam bagi penontonnya.
Ada lagi karya hebat lainnya seperti It Happened One Night (1934) karya Frank Capra. Film komedi roman yang berisi kisah cinta antara pria dan wanita yang berbeda status ini mampu membawa kita ke dalam perasaan emosional yang kuat. Tak jauh berbeda dengan It Happened One Night adalah Roman Holiday (1950) besutan William Wyler, juga merupakan kisah roman berbeda status yang disajikan dengan manis hingga mampu membuat kita menitikkan air mata. Kedua film ini sama-sama menampilkan adegan dimana tokoh utama lelaki dan wanita tidur dalam satu kamar. Adegan seperti ini di film-film sekarang berpotensi menimbulkan adegan percumbuan hingga adegan ranjang namun nyatanya di kedua film ini tak ada sama sekali aksi vulgar yang muncul.
Semua adegan dalam film-film klasik dibuat sopan sehingga aman untuk ditonton para remaja sekalipun. Saat menonton film-film klasik kita serasa kembali ke masa lalu, nyaman dan hangat. Warna hitam putih tak lantas membuat film-film klasik tidak menarik, justru sebaliknya. Sayang sekali, karya-karya masterpiece seperti ini justru dipandang sebelah mata oleh penonton masa kini. Kebanyakan penonton kini hanya peduli pada film-film baru yang ceritanya heboh dan kaya efek visual, padahal semua ini berangkat dari sukses film-film pada era klasik. Apa salahnya kembali menilik sejarah, yang jelas menonton film klasik akan memberikan Anda sensasi berbeda.
Luluk Nihayati
Mahasiswi Fakultas Budaya UGM
No comments:
Post a Comment