4 Agustus 2010
The Last Air Bender (2010)
Sutradara: M. Night Shyamalan
Produser: M. Night Shyamalan
Penulis Naskah: M. Night Shyamalan
Pemain: Noah Ringer / Nicola Peltz / Jason Rathbone / Dev Patel
Ilustrasi Musik: James Newton Howard
Sinematografi: Andrew Lesney
Editing: Conrad Buff
Studio: Nickelodeon Movies
Distributor: Paramount Pictures
Durasi: 103 menit
Bujet: $150 juta
Aang (Ringer) adalah seorang Avatar dari suku udara berusia 12 tahun namun memiliki takdir untuk menyelamatkan dunia dari kekejaman suku api dengan menguasai empat elemen yakni, udara, air, tanah, dan api. Bersama dua kakak beradik, Katara (Peltz) dan Sokka (Rathbone), Aang mengembara mencari seorang guru yang bisa mengajarinya menguasai tiap elemen. Tujuan pertama mereka adalah istana suku air di kutub utara. Sepanjang perjalanan mereka dikuntit oleh Zuko (Patel) yang bersumpah pada ayahnya untuk membawa sang Avatar ke suku api.
Tak ada kata lain untuk memberi komentar film ini selain kegagalan total. Sebuah pencapaian yang sangat sangat menyedihkan untuk sineas sekelas Shyamalan yang pernah memproduksi film-film berkualitas macam, The Sixth Sense dan Signs. Semua aspek dalam film ini sangatlah menyedihkan. Shyamalan yang juga menulis naskahnya tidak mampu mentranformasikan seri animasinya ke layar lebar. Seri animasinya yang memiliki kisah sederhana dan jelas justru dibuat membingungkan dan serba tergesa-gesa. Alur plotnya yang sangat lemah disempurnakan oleh dialog-dialog buruk, seperti laiknya ditulis penulis naskah amatir. Melihat akting para pemain yang menyedihkan plus dialog-dialog buruk membuat seringkali penulis tertawa kecil seperti menonton suguhan teater yang dilakonkan anak-anak SD.
Kegagalan The Last Air Bender membuktikan memang tidak mudah mentranformasi film animasi ke film live action. Dragon Evolution tahun lalu juga bernasib sama. Apa artinya setting yang megah serta efek visual yang mahal jika tidak didukung cerita yang layak, semuanya jadi tampak serba artifisial. Seri animasi The Last Air Bender sebenarnya memiliki kisah yang sarat dengan pesan-pesan universal yang relevan dengan masalah umat manusia masa kini yang makin luntur nuraninya. Sayang versi filmnya tak mampu memperlihatkan ini semua dengan semestinya. Dalam konteks pencapaian bahasa film untuk sineas sekelas Shyamalan serta bujet produksi sebesar ini, film ini bisa dibilang adalah film terburuk yang pernah diproduksi Hollywood sejauh ini. We can say goodbye to Mr. Shyamalan… (F)
The Last Air Bender (2010)
Sutradara: M. Night Shyamalan
Produser: M. Night Shyamalan
Penulis Naskah: M. Night Shyamalan
Pemain: Noah Ringer / Nicola Peltz / Jason Rathbone / Dev Patel
Ilustrasi Musik: James Newton Howard
Sinematografi: Andrew Lesney
Editing: Conrad Buff
Studio: Nickelodeon Movies
Distributor: Paramount Pictures
Durasi: 103 menit
Bujet: $150 juta
Aang (Ringer) adalah seorang Avatar dari suku udara berusia 12 tahun namun memiliki takdir untuk menyelamatkan dunia dari kekejaman suku api dengan menguasai empat elemen yakni, udara, air, tanah, dan api. Bersama dua kakak beradik, Katara (Peltz) dan Sokka (Rathbone), Aang mengembara mencari seorang guru yang bisa mengajarinya menguasai tiap elemen. Tujuan pertama mereka adalah istana suku air di kutub utara. Sepanjang perjalanan mereka dikuntit oleh Zuko (Patel) yang bersumpah pada ayahnya untuk membawa sang Avatar ke suku api.
Tak ada kata lain untuk memberi komentar film ini selain kegagalan total. Sebuah pencapaian yang sangat sangat menyedihkan untuk sineas sekelas Shyamalan yang pernah memproduksi film-film berkualitas macam, The Sixth Sense dan Signs. Semua aspek dalam film ini sangatlah menyedihkan. Shyamalan yang juga menulis naskahnya tidak mampu mentranformasikan seri animasinya ke layar lebar. Seri animasinya yang memiliki kisah sederhana dan jelas justru dibuat membingungkan dan serba tergesa-gesa. Alur plotnya yang sangat lemah disempurnakan oleh dialog-dialog buruk, seperti laiknya ditulis penulis naskah amatir. Melihat akting para pemain yang menyedihkan plus dialog-dialog buruk membuat seringkali penulis tertawa kecil seperti menonton suguhan teater yang dilakonkan anak-anak SD.
Kegagalan The Last Air Bender membuktikan memang tidak mudah mentranformasi film animasi ke film live action. Dragon Evolution tahun lalu juga bernasib sama. Apa artinya setting yang megah serta efek visual yang mahal jika tidak didukung cerita yang layak, semuanya jadi tampak serba artifisial. Seri animasi The Last Air Bender sebenarnya memiliki kisah yang sarat dengan pesan-pesan universal yang relevan dengan masalah umat manusia masa kini yang makin luntur nuraninya. Sayang versi filmnya tak mampu memperlihatkan ini semua dengan semestinya. Dalam konteks pencapaian bahasa film untuk sineas sekelas Shyamalan serta bujet produksi sebesar ini, film ini bisa dibilang adalah film terburuk yang pernah diproduksi Hollywood sejauh ini. We can say goodbye to Mr. Shyamalan… (F)
1 comment:
i agree
Post a Comment