Sang Pemimpi adalah sebuah film yang diadaptasi dari novel berjudul sama (karangan Andrea Hirata). Juga merupakan lanjutan/sekuel dari film Laskar Pelangi yang sangat sukses sebelumnya, yang ditonton lebih dari empat juta penonton, tercatat sebagai film Indonesia terlaris sepanjang masa. Bedanya, di sekuelnya kali ini, para tokoh utamanya sudah beranjak remaja.
Garis sentral cerita ini tentu saja tentang impian, mimpi anak-anak Belitong yang bercita-cita untuk kuliah di Jakarta, dan mendapatkan beasiswa ke Perancis. Cita-cita yang tidak mudah digapai bagi Ikal dan Arai terlebih melihat kondisi sosio dan kultur mereka, belum lagi pengaruh ‘ajaran’ Melayu yang konon memandang sinis terhadap mimpi yang terlalu tinggi, dan menerima kenyataan untuk bersikap realistis. Juga bagaimana setelah itu Arai dan Ikal dibantu sahabatnya Jimbron yang terus berjuang merealisasikan impian mereka di tengah cobaan dan kenyataan pahit dalam hidup mereka hingga nanti mereka mencapai apa yang diimpikan, disinilah letak inspirasi Sang Pemimpi yang ditawarkan oleh sutradara muda berbakat Riri Riza.
..
..
Dimulai dari Ikal dewasa yang diperankan oleh Lukman Sardi yang menjalani kesehariannya sebagai pegawai pos di kota Bogor dan lalu flash back ke tahun 1980an saat Ikal menjalani kehidupan masa remajanya, saat dimana ia memiliki cita-cita besarnya. Kali ini film Sang Pemimpi banyak mengambil lokasi di Manggar berbeda dengan sekuel sebelumnya yang menceritakan masa kecilnya saat di Gantong. Mira Lesmana selaku produser film ini mengaku menghabiskan dana tidak kurang dari 11 Milyar untuk memproduksinya.
Sekali lagi Riri Riza dituntut memuaskan keinginan pembaca novel Sang Pemimpi dalam memvisualisasikannya ke layar lebar. Memang nyatanya sineas cukup banyak melakukan kompromi. Seperti nama dari penokohan, pelaut melayu bernama Mualim yang berganti menjadi bang Rokib. Adegan Zakiah Nurmala yang melambai melepas kepergian Arai ke Jakarta, seolah menasbihkan hubungan keduanya yang memiliki cinta yang sejalan, padahal sampai sekuel berikutnya dalam buku Edensor, cinta Arai masih bertepuk sebelah tangan karena Zakiah belum luruh hatinya terhadap Arai. Adegan lain yang dikompromikan terutama ketika Ikal marah kepada Jimbron yang terus mengoceh soal kuda. Di novelnya, Ikal meminta maaf pada Jimbron namun di film justru terlihat sebaliknya, dan momen ini dipakai untuk menjadi titik klimaks Ikal dalam keputusasaannya mengejar cita-citanya, sayang penggambaran dramatisasi Ikal terlalu lama disini, menurunkan tempo film.
Sebaliknya pada saat penceritaan tokoh Ikal dan Arai dewasa, alur cerita dikemas dalam tempo yang cepat hingga menjadi anti klimaks ketika cita-cita mereka tercapai (ketika Arai dan Ikal akhirnya mendapatkan beasiswa untuk meraih gelar masternya). Apalagi penonton harus beradaptasi dulu dengan tokoh baru, sosok Arai dewasa, berbeda dengan Lukman Sardi, sebagai Ikal yang sudah diperkenalkan pada sekuel sebelumnya dan awal cerita film ini.
Nazril Ilham alias Ariel seorang vokalis salah satu band nomer satu itu berperan sebagai Arai, karakter penting dalam cerita. Setelah karakter Arai remajanya diperankan oleh aktor baru yang "bersih" dari image yang melekat sebelumnya hingga penjelmaan karakterpun menjadi real tanpa tedensi. Tidak heran ketika karakter Arai dewasa yang diperankan Ariel bagi penonton akan tampak susah menilainya sebagai Arai, bukan kehadirannya sebagai Ariel, terlebih mengingat aktingnya yang tidak maksimal dan kaku ditambah porsi adegannya yang tidak banyak. Dinilai Mira sosok Ariel dipilih lantaran memiliki garis wajah yang sama pada transformasi karakter Arai kecil dan Arai muda, selain tentu saja meningkatkan nilai jual film ini, dikarenakan ariel sebagai salah satu idola remaja masa kini.
Secara akting tokoh-tokoh yang berperan memainkan karakter bisa dibilang pas. Selain Mathias Muchus yang berperan sebagai Ayah Ikal yang pendiam juga Landung Simatupang sebagai Pak Mustar. Tokoh Arai Remaja yang diperankan Rendy Ahmad mampu diperankan sangat apik seolah karakter Arai remaja melompat ke luar buku dan berperan lincah dalam film. Yang paling mencuri perhatian tentu saja si musikus jalanan, yang diperankan Jay Widjajanto berperan dalam porsi menghibur yang baik, terlebih sineas memberikan "tempat" khusus pada tokoh ini yang hanya ialah yang melakukan kontak mata pada kamera, kepada penonton. Menegaskan kehadiran khasnya sebagai tokoh yang tak terikat pada linkungan sosio-kultur masyarakat tersebut. Sebagai Sang harta karun lelaki Melayu, penyelamat kisah cinta Arai remaja.
..
..
Terlepas dari adanya bloopers atau kesalahan dalam filmnya yakni kehadiran mobil-mobil mewah yang tidak sesuai jamannya. Ketika mereka sampai di Bogor, terlihat bayangan mobil Avanza di jalan raya, dan ketika Ikal selesai mendaftar di gedung Uni Eropa juga terlihat mobil Teranno dan Taruna, padahal settingnya tahun 90-an. Namun kita patut berbangga dengan adanya film Indonesia yang memiliki nilai mutu yang bagus secara moral maupun estetikanya. Sang Pemimpi telah terpilih sebagai film pembuka dalam Jakarta International Film Festival (JIFFEST) 2009 yang digelar pada tanggal 4 Desember 2009. Sang Pemimpi menjadi film Indonesia pertama yang menjadi film pembuka pada ajang festival film internasional ini dalam sebelas tahun penyelenggaraannya. Semoga saja lebih banyak film-film Indonesia seperti ini yang bermunculan, yang mengangkat dan merepresentasikan budaya Indonesia. Beginilah film Indonesia seharusnya, berangkat dari akar tradisi yang murni dan memotivasi.
Andrei Budiman
Andrei Budiman
1 comment:
sebenarnya smua kritik atau apapun istilahmu tentang film2 indonesia bagus.
tapi harus di imbangi dengan desain blog yg menarik supaya tulisanmu yg panjang lebar itu gak sia2 krn tak bisa tersalur ke banyak pembaca.
saya sendiri sangat bosan dengan tampilannya dan posting2nya yg mungkin bermutu tidak bisa di baca semuanya krn terasa panjang dan menjenuhkan.
coba ditinjau lagi tampilannya kawan.
Ohya satu lagi, tulisanmu tak sehebat gertakanmu di blog Q rvw..
Post a Comment