Robin Hood merupakan film epik sejarah garapan sineas top Ridley Scott yang seperti kita tahu telah memproduksi film-film kolosal berkualitas tinggi, seperti Gladiator dan Kingdom of Heaven. Untuk filmnya kali ini, Scott kembali mengkasting aktor favoritnya, Russel Crowe didampingi oleh Cate Blanchett, William Hurt, serta aktor gaek Max Von Sydow.
Seperti dua film epik sejarah garapan sebelumnya, Scott masih pula menampilkan kisah heroik seorang “biasa” yang menjelma menjadi seorang pahlawan besar. Sisi baik dan buruk diperlihatkan secara jelas dan tegas. Durasi cerita yang relatif panjang juga membuat sineas mampu menuturkan kisahnya dengan rinci dari sudut beberapa karakter yang berbeda. Hanya berbeda dengan dua film epik sejarah sebelumnya, Robin Hood mampu menawarkan sebuah perspektif cerita yang berbeda. Sejak era klasik, film-film yang berkisah tentang Robin Hood selalu berkisah tentang sepak terjang bagaimana sang pahlawan membantu kaum papa dengan mencuri dari si kaya. Sementara kisah Robin Hood kali ini adalah latar belakang sang tokoh sebelum ia menjadi legenda.
Berbeda dengan Gladiator dan Kingdom, tempo film ini cenderung lambat dan membosankan. Sudut pandang dari banyak karakter justru terkadang membuat cerita tak jelas karena tujuan pokoknya sendiri pun masih kabur. Plot seringkali berubah arah secara mendadak dan pihak “jahat” pun dibuat kabur antara pihak kerajaan Inggris ataukah kerajaan Perancis. Walaupun akhirnya semua pertanyaan terjawab namun tampak sekali sosok Robin terlalu “dipaksakan” untuk menjadi seorang pahlawan besar. Berbeda dengan dua film sebelumnya dimana sang tokoh menjadi pahlawan karena memang situasi yang memaksa mereka untuk bertindak.
Dibandingkan Gladiator dan khususnya Kingdom yang memiliki segmen perang berskala besar, Robin Hood memilih pendekatan yang lebih realistik. Rekayasa digital tampak minim digunakan dengan lebih banyak memperlihatkan pertarungan satu lawan satu. Walau tidak seheboh dan seramai dua film sebelumnya namun kepiawaian Scott dalam mengolah adegan-adegan aksi perang masih terlihat terutama pada segmen klimaks di pantai. Bukan masalah besar kecilnya pertempuran namun rasanya motif naratif yang lemah membuat emosi kita tidak bisa larut dalam pertempuran.
Robin Hood jelas bukan tandingan Gladiator atau Kingdom dari sisi mana pun. Adegan perang kolosal jelas kalah kelas jika dibandingkan dua film sebelumnya. Performa Crowe pun juga tidak banyak membantu terutama karena aksen Inggris yang lemah serta sosok Robin yang lebih mirip Maximus (Gladiator). Nilai lebih film ini hanyalah menawarkan perspektif cerita yang berbeda serta menyajikan panorama alam Inggris Raya nan Indah. Sekuen penutup filmnya yang manis juga sedikit menyelamatkan film ini. “Rise rise rise…”. This movie will not rise for sure. (B-)
No comments:
Post a Comment