Home

The Counterfeiters, Tema Kamp Konsentrasi yang Tak Pernah Usang

...
The Counterfeiters (Die Fälscher) merupakan film produksi patungan Jerman-Austria yang baru lalu sukses meraih Oscar untuk kategori Film Berbahasa Asing Terbaik (Austria). The Counterfeiters diarahkan oleh sineas Stefan Ruzowitzky yang juga sekaligus menulis naskahnya. Cerita filmnya sendiri diadaptasi dari novel berdasarkan kisah nyata seorang typographer selama ia di kamp konsentrasi pada masa Perang Dunia Kedua.

Alkisah seorang Yahudi bernama Solomon ”Solly” Sorowitsch (Karl Markovics) hidup nyaman sebagai kriminal kelas kakap spesialis pembuat dokumen serta uang palsu di Berlin. Peruntungannya berakhir ketika ia akhirnya tertangkap oleh Friedrich Herzog (Devid Striesow), seorang komandan polisi Jerman yang mengincarnya sejak lama. Oleh karena bakat uniknya, Solly dimasukkan ke kamp konsentrasi khusus di Sachsenhausen untuk membantu sebuah operasi rahasia bernama Operation Bernhard yang dipimpin Herzog. Tujuan operasi ini adalah membuat uang palsu sebanyak-banyaknya untuk merusak perekonomian Eropa dan Amerika. Solly menghadapi dilema berat. Di satu sisi ia tidak ingin membantu pihak Jerman namun di sisi lain ia juga memikirkan keselamatan rekan-rekannya. Apapun keputusan Solly kelak dapat mempengaruhi hasil akhir perang dunia antara pihak Jerman dengan pihak sekutu.

Film-film berlatar kamp konsentrasi Yahudi pada masa Perang Dunia Kedua telah berulang-kali diproduksi oleh para sineas di dunia. Tema seputar kezaliman rezim Nazi sepertinya tidak pernah habis untuk dieksplorasi. Adapun film-film bertema ini yang sangat populer, antara lain seperti The Schindler’s List, The Pianist, dan It’s a Beautiful Life. The Counterfeiters menawarkan sebuah kisah yang berbeda dari film-film sebelumnya. Film ini tidak menggambarkan para tahanan yang diperlakukan tidak manusiawi seperti lazimnya tema jenis ini namun justru sebaliknya. Para tahanan khusus ini mendapatkan fasilitas yang memadai, seperti ranjang empuk, kamar mandi, makanan dan minuman yang cukup, bahkan tempat bermain untuk melepas lelah. Konflik cerita juga lebih menitikberatkan pada konflik kepentingan antar sesama tahanan ketimbang dengan pihak Nazi. Solly berdiri di tengah rekan-rekannya yang memiliki sikap berbeda, antara membantu pihak Nazi dan tidak, sekalipun ia sendiri selalu mendapat tekanan dari sang komandan (Herzog).

Selain tema yang menjadi kekuatan utama film ini, nilai lebih juga diberikan untuk para pemainnya, yakni Karl Markovics serta Devid Striesow. Markovics dengan brilyan bermain begitu dingin sebagai seorang kriminal jenius namun memiliki loyalitas tinggi pada rekan-rekannya. Striesow bermain tidak kalah menawannya sebagai Herzog, sebagai perwira Nazi yang terus menerus menekan Solly untuk kepentingan negara dan juga dirinya sendiri. Sebuah adegan “humanis” tampak ketika Herzog menggunakan keluarganya untuk menekan Solly. Herzog mengajak Solly mengunjungi rumahnya untuk bertemu istri dan anak-anaknya untuk menunjukkan bahwa sang perwira juga hanyalah keluarga biasa namun di satu sisi ia harus loyal pada negaranya. Satu momen lagi yang paling berkesan terdapat pada adegan akhir (selepas perang dunia) ketika Solly berdansa di pinggir pantai bersama seorang wanita muda setelah beberapa saat sebelumnya ia kalah besar di meja judi. “So much money..” ujar sang wanita gemas sambil memikirkan betapa banyak uang Solly yang hilang. Kata-kata tersebut diulangi sang wanita hingga dua kali dan Solly pun menjawabnya dengan ringan, “I can make more.. ”. (A-)

No comments:

Post a Comment