Awal Sinema
Indonesia (1926-1949)
Pada masa penjajahan Belanda
sekitar tahun 1900-an masyarakat kita sudah mengenal adanya film atau yang
lebih dikenal dengan “
Gambar Hidoep”.
Hal ini dibuktikan dengan adanya koran
Bintang
Betawi No.278, 5 Desember 1900 yang memuat iklan bioskop. Seni pertunjukkan
film pada masa itu diselenggarakan oleh orang Belanda. Jenis bioskop terbagi menjadi
tiga golongan berdasarkan status penonton, yaitu bioskop untuk orang Eropa, bioskop
orang menengah, dan golongan orang pinggiran. Pada tahun 1925 sebuah
artikel di koran masa itu, De Locomotif, memberi usulan untuk membuat film.
Pada tahun 1926 dua orang Belanda bernama L. Heuveldorp dan G.Kruger mendirikan
perusahaan film, Java Film Coy di Bandung dan pada tahun yang sama mereka memproduksi
film pertamanya berjudul
Loetoeng
Kasarung (1926), yang diangkat dari legenda Sunda. Film ini tercatat
sebagai film pertama yang diproduksi di Indonesia dan ini dianggap sebagai
sejarah awal perfilman Indonesia. Film ini diputar perdana pada 31 Desember
1926. Film berikutnya yang diproduksi adalah
Eulis Atjih (1927) berkisah tentang istri yang disia-siakan oleh
suaminya yang suka foya-foya.
Dalam perkembangan
berikutnya banyak bermunculan studio film yang dinominasi oleh orang-orang
Cina. Pada tahun 1928 Wong Brothers dari Cina (Nelson Wong, Joshua Wong, dan
Othniel Wong) mendirikan perusahaan film bernama Halimun Film dan memproduksi
film pertamanya Lily Van Java (1928).
Film ini berkisah tentang seorang gadis Cina yang dipaksa untuk menikah dengan
laki-laki pilihan orangtuanya, padahal ia telah memiliki kekasih. Film ini sendiri
kurang disukai oleh penonton pada masa itu. Wong Brothers akhirnya mendirikan
perusahaan film baru bernama Batavia Film. Selain Wong Brothers, ada pula Tan’s
Film, Nansing Film dan perusahaan milik Tan Boen Swan. Nansing Film dan
perusahaan Tan Boen Swan memproduksi Resia
Borobudur (1928) dan Setangan
Berloemoer Darah (1928).
Setelah L.Heuveldorp
menarik diri, G.Kruger mendirikan perusahaan film sendiri bernama Kruger Filmbedriff, yang memproduksi, Karnadi Anemer Bangkong (1930) dan Atma De Visher (1931). Selain itu orang
Belanda lainnya yaitu F.Carli yang mendirikan perusahaan film bernama Cosmos Film Corp atau Kinowerk Carli yang memproduksi De Stem des Bloed (Nyai Siti, 1930) yang berkisah mengenai orang Indo, lalu juga Karina’s Zelfopoffering (1932).
Sedangkan Tan’s Film dan Batavia
Film pada tahun
1930 memproduksi Nyai Dasima (1930), Si Tjonat (1930), Sedangkan Halimun film
memproduksi Lari Ke Arab (1930).
Masuk era film
bicara, tercatat dua film tercatat sebagai film bicara Indonesia pertama adalah
Nyai Dasima (1931) yang di-remake oleh Tan’s Film serta Zuster Theresia (1931) produksi Halimun
Film. Masa ini juga muncul The Teng Chun yang mendirikan perusahaan The Teng
Chun ”Cino Motion Pict” dan
memproduksi Boenga Roos dari Tjikembang
(1931) dan Sam Pek Eng Tai (1931). Sasarannya
adalah orang-orang Cina dan kisahnya pun masih berbau budaya Cina. Sementara Wong
Brothers juga memproduksi Tjo Speelt Voor
de Film (1931). Sedangkan Kruger dan Tans’s berkolaborasi memproduksi Terpaksa Menikah (1932). Di penghujung
tahun 1932 beredar rumor kuat akan didirikan perusahaan film asal Amerika. Semua
produser menjadi takut karena tak akan bisa menyaingi dan akhirnya Carli,
Kruger dan Tan’s Film berhenti untuk memproduksi film. Studio yang masih
bertahan adalah Cino Motion Picture.
Beberapa tahun
setelahnya muncul seorang wartawan Albert Balink yang mendirikan perusahaan Java Pasific Film dan bersama Wong
Brothers memproduksi Pareh (1935).
Film ini dipuji pengamat namun tidak sukses komersil. Balink dan Wong akhirnya
sama-sama bangkrut. Pada tahun 1937, Balink mendirikan studio film modern di
daerah Polonia Batavia yang bernama ANIF (Algemeene
Nederland Indie Film Syndicaat) dan memproduksi Terang Boelan/Het Eilan der Droomen (1937). Film ini berkisah
tentang lika-liku dua orang kekasih di sebuah tempat bernama Sawoba. Sawoba adalah
sebuah tempat khayalan yang merupakan singkatan dari SA(eroen), Wo(ng),
BA(link) yang tak lain adalah nama-nama penulis naskah, penata kamera, editor,
dan sutradaranya sendiri. Walau meniru gaya film Hollywood The Jungle Princess (1936) yang diperankan Dorothy
Lamoure namun film
ini memasukkan unsur lokal seperti musik keroncong serta lelucon yang
diadaptasi dari seni panggung. Film ini sukses secara komersil dan
distribusinya bahkan sampai ke Singapura. Pemeran utama wanitanya, Rockiah
setelah bermain di film ini menjadi bintang film paling terkenal pada masa itu.
Kala ini Terang Boelan (1937) adalah
film yang amat populer sehingga banyak perusahaan yang menggunakan resep cerita
yang sama.
Pada tahun 1939
banyak bermunculan studio-studio baru seperti, Oriental Film, Mayestic Film,
Populer Film, Union Film, dan Standard Film. Film-film populer yang muncul antara
lain Alang-alang (1939) dan Rentjong Atjeh (1940). Pada masa ini pula
kaum pribumi mulai diberi kesempatan untuk menjadi sutradara yang perannya
hanya sebagai pelatih akting dan dialog. Justru yang paling berkuasa pada masa
itu adalah penata kamera yang didominasi orang Cina. Pada era ini pula muncul kritik
dari kalangan intelek untuk membuat film yang lebih berkualitas yang dijawab
melalui film, Djantoeng Hati (1941)
dan Asmara Moerni (1941). Para pemain
dari kedua film ini didominasi kaum terpelajar namun karena dirasa terlalu
berat, para produsen film akhirnya kembali ke tren awal melalui film-film
ringan seperti Serigala Item (1941), Tengkorak Hidup (1941).
Pada akhir tahun 1941, Jepang menguasai
Indonesia. Semua studio film ditutup dan dijadikan media propaganda perang oleh
Jepang. Jepang mendirikan studio film yang bernama Nippon Eiga Sha. Studio ini
banyak memproduksi film dokumenter untuk propaganda perang. Sementara film
cerita yang diproduksi antara lain Berdjoang
(1943) yang disutradarai oleh seorang pribumi, Rd. Arifin namun didampingi
oleh sutradara Jepang, Bunjin Kurata. Pasca kemerdekaan RI pada tahun 1945, studio
film milik Jepang yang sudah menjadi kementerian RI direbut oleh Belanda dan berganti
nama Multi Film. Film-film yang diproduksi antara lain Djauh Dimata (1948) dan Gadis
Desa (1948) yang diarahkan oleh Andjar Asmara. Di era ini pula muncul nama
Usmar Ismail yang kelak akan menjadi pelopor gerakan film nasional. Pada tahun ini
pula, 1949, para produser Cina lama mulai berani mendirikan studio lagi. The
Theng Chun dan Fred Young mendirikan Bintang Surabaja. Tan Koen Youw bersama
Wong mendirikan Tan & Wong Bros. Salah satu film produksi Tan & Wong
Bros yang populer adalah Air Mata
Mengalir Di Tjitarum (1948).
Era 1950-1980an
Pada tahun 1950 dibentuklah
Perfini (Perusahaan Film Nasional). Perfini merupakan perusahaan film pertama
milik pribumi. Beberapa bulan kemudian dibentuk pula Persani (Perseroan Artis
Indonesia). Film pertama produksi Perfini
adalah Long March Of Siliwangi atau Darah dan Doa (1950) yang disutradarai
oleh Usmar Ismail. Syuting pertama film film ini tanggal 30 Maret 1950, kelak
ini dijadikan sebagai hari film nasional. Sementara produksi besar lainnya
adalah ”Dosa Tak Berampun” (1951).
Dalam dua tahun saja, Persani telah memiliki studio yang mewah dan megah.
Studio ini merupakan studio film terbesar di Indonesia kala itu. Usmar Ismail
dan Djamaludin Malik nantinya akan ditetapkan sebagai Bapak Perfilman Nasional
(resmi pada tahun 1999).
Antara tahun
1954-1955 Perfini mengalami krisis finansial. Film arahan sutradara Usmar
Ismail, Krisis (1953) walau sukses
komersil namun tetap saja tak mampu menutup hutang bank. Pada masa ini pula
muncul kritik terhadap film-film produksi studio milik orang Cina yang
memproduksi film bermutu sangat rendah. Salah satunya adalah film Tans &
Wong berjudul Topeng Besi (1953) yang
diproduksi dengan biaya sangat murah. Namun di sisi lain, film-film dalam
negeri juga bisa mulai bersaing dengan film-film impor dari Malaysia, Filipina,
dan India.
Pada Tahun 1954,
Usmar dan Djamaludin mempelopori berdirinya PPFI (Persatuan Perusahaan Film
Nasional), lalu juga menjadi anggota FPA (Federatuion
Of Motion Picture Produsers in Asia). Persani dan Perfini bersama-sama
memproduksi film Lewat Djam Malam (1954)
disutradarai oleh Usmar Ismail. Film ini bercerita tentang mantan pejuang
kemerdekaan yang menghadapi kekecewaan terhadap orang-orang seperjuangannya yang
berubah menjadi seseorang yang tidak mewujudkan cita-cita kemerdekaan yang
telah mereka perjuangkan dengan susah payah. Konon film ini akan dikirim ke
Festival Film Asia di Tokyo namun pemerintah Indonesia melarang karena masa itu
kita tengah konflik dengan pemerintah Jepang.
Pada tahun 1955 PPFI untuk pertama kalinya menyelenggarakan
Festival Film Indonesia (FFI) tercatat merupakan festival film pertama yang
diselenggarakan di tanah air. Terpilih film terbaik adalah Lewat Djam Malam (1954). Namun sayangnya Usmar Ismail tidak
mendapat penghargaan apa pun dalam ajang ini. Film ini rencananya akan diputar
di festival film Cannes pada 16-27 Mei 2012 setelah direstorasi penuh. Pada
tahun 1955 film produksi Perfini Tamu
Agung (1955) mendapat penghargaan
khusus komedi terbaik pada ajang bergengsi Festival Film Asia.
Sejarah juga
mencatat awal bulan Maret tahun 1956 para pemain dan pekerja film membentuk PARFI
(Persatuan Artis Film Nasional). Pada tahun 1957, PPFI memutuskan untuk menutup
studio film mereka karena tak ada dukungan dari pemerintah kala itu. Djamaludin
Malik ditangkap tanpa alasan yang jelas. Studio Perfini disita bank karena
tidak mampu membayar hutang. Setelah diadakan perundingan dengan pemerintah
pada tanggal 26 April 1957 akhirnya studio dibuka kembali. Namun kondisinya
tidak seperti dulu dan kondisi perfilman nasional menjadi lumpuh. Hasil negoisasi
dengan pemerintah berupa janji pemerintah akan adanya kementerian khusus untuk
membina para insan film baru dipenuhi pemerintah 7 tahun setelahnya.
Pada masa bersamaan sekitar tahun 1957 kondisi
politik di Indonesia didominasi golongan komunis PKI atau sering disebut
golongan kiri. Golongan kiri juga ingin menguasai dunia perfilman kala itu.
Mereka mendirikan Sarfubis (Sarikat Buruh Film dan Sandiwara) namun kelompok
ini tidak efektif di pasaran. Kala itu juga terjadi pertikaian antara PARFI dan
golongan kiri. Usmar Ismail dan
Djamaludin Malik sangat antipati dengan komunis. Sementara golongan kiri mengganggap
kematian film nasional disebabkan impor film Amerika ke Indonesia. Golongan
kiri juga menuduh Usmar Ismail sebagai agen Amerika. Walaupun kondisi perfilman
Nasional semakin krisis, beberapa film masih diproduksi. Usmar Ismail pada
tahun 1956 mengarahkan Tiga Dara
(1957) yang dirilis setahun setelahnya.
Pada tahun
1960-an dunia perfilman di Indonesia pecah menjadi dua blok, yakni golongan
Usmar dan rekan-rekannya dengan golongan kiri. Pada tahun 1962, Djamaludin
Malik yang telah bebas dari penjara, menyelenggarakan FFI yang kedua serta mendirikan
LESBUMI (Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia) dengan Ketua Umum Usmar
Ismail. Film-film populer yang muncul di masa pelik ini antara lain Pedjoang (1960) dan Anak-anak Revolusi (1964) karya Usmar Ismail. Pada tahun 1961, Pedjoang mendapat penghargaan pemeran
pria terbaik (Bambang Hermantpo) di ajang Festival Film International di Moskow.
Film fenomenal lainnya adalah Pagar Kawat
Berduri (1961) dan Tauhid (1964)
karya Asrul Sani. Golongan kiri menuntut agar film Pagar Kawat Berduri (1961) ditarik dari peredaran, karena dianggap
dapat membuat orang bersimpati pada Belanda. Lalu juga ada Piso Surit (1960) dan Violtta
(1962) karya Bahctiar Siagian, serta Matjan
Kemayoran (1965) karya Wim Umboh.
Pada tahun 1964 untuk
pertama kalinya diadakan Festival Film Asia Afrika (FFAA) di Jakarta. Golongan
kiri yang menguasai seluruh kepanitiaan FFAA mencetuskan berdirinya PAPFIAS (Panitia
Aksi Pemboikotan Film Imperialis Amerika). Tujuan PARFIAS adalah melarang beredarnya
film-film produksi Amerika dan sekutunya di bioskop-bioskop Indonesia. Kondisi
ini membuat bioskop-bioskop lokal dipenuhi film-film asing dari Rusia, Eropa
Timur, dan RRC. PARFIAS sendiri juga tak mampu menggangkat perfilman Indonesia,
sehingga kondisi bioskop kala itu sepi pengunjung.
Setelah PKI
ditumpas,kondisi industry film kita sedang mati suri maka untuk mengangkat
perfilman nasional, sejak tahun 1967, kementerian penerangan mulai bersungguh-sungguh
melaksanakan tugasnya. Hasilnya, film-film lokal bergairah kembali. Tahun 1967,
Wim Umboh memproduksi film berwarna Indonesia pertama yang berjudul Sembilan (1967) yang diproduksi dengan
biaya sangat tinggi. Tahun 1969 pemerintah juga memproduksi film-film
percontohan yang diharapkan dapat mengangkat perfilman nasional, seperti Apa Jang kau Tjari Palupi?(1969) karya
Asrul Sani, Djambang Mentjari Naga Hitam (1968)
karya Lilik Sudjio, Mat Dower (1969)
karya Nya Abbas Acup, Nyi Ronggeng (1969)
dan Kutukan Dewata (1969) karya Alam
Surawidjaya. Hasilnya ternyata cukup positif, pada tahun 1969 produksi film
hanya 9 judul, tahun 1970 meningkat menjadi 20 judul, dan tahun 1971 meningkat
menjadi 52 judul. Awal tahun 70-an, tokoh-tokoh film nasional seperti Usmar
Ismail dan Djamaludin Malik telah tiada. Djamaludin Malik meninggal pada Juni
1970 dan tak lama kemudian Usmar Ismail juga berpulang.
Tahun 1970
muncul desakan kepada pemerintah dari industri perfilman agar sensor terhadap
film Indonesia dilonggarkan seperti perlakuan pada film-film impor. Maka muncul
film-film yang memasukkan unsur erotisme seperti Djambang Mentjari Naga Hitam (1968) dan Bernafas Dalam Lumpur (1970). Kedua film yang juga telah
diproduksi berwarna ini ini merupakan pelopor dari film-film yang mengutamakan
adegan berbau seksual dan penuh dengan adegan aksi yang kejam. Namun pada akhir
tahun 1972, Badan Sensor Film kembali bersikap tegas terhadap film-film yang
berbau seksual.
Sutradara Teguh karya memulai
debutnya melalui Wadjah Seorang Lelaki (1971).
Film ini dipuji pengamat namun tidak sukses komersil. Teguh adalah seorang
sutradara teater yang kelak menjadi sutradara berpengaruh di era 1980-an. Sementara
sineas kawakan lainnya, Wim Umboh memproduksi film Pengantin Remadja (1971) yang sukses secara komersil. Pada Tahun
1973 dipelopori oleh Sumardjono diselenggarakan kembali FFI yang sempat vakum
beberapa tahun. Hingga tahun 1980-an pemenang FFI masih didominasi oleh sineas-sineas
seperti Wim Umboh, SyumanDjaya, Teguh Karya, serta Asrul Sani. Namun pada era
ini juga sudah muncul sutradara-sutradara muda seperti, Ismail Subardjo, Slamet
Raharjo, dan Franky Rorempandey. Film-film yang populer tahun 70-an diantaranya
Ratapan Anak Tiri (1973), Bing Slamet
Koboi Cengeng (1974), Karmila (1976)
serta, Inem Pelayan Sexy (1977).
Era 1980-1999
Pada era 1980-an hingga awal 1990-an
film-film yang paling populer masa ini adalah film-film komedi slapstick yang
dibintangi oleh grup lawak legendaris, Warkop DKI, yakni Dono, Kasino, Indro
seperti Mana Tahaaan.. (1979), Setan Kredit (1981), Tahu diri Dong (1984), Maju Kena Mundur Kena (1983) dan Sabar Dulu dong (1989). Dengan gaya banyolan
yang unik dan konyol, Warkop telah memproduksi lebih dari 30 film dan hampir
seluruhnya sukses komersil. Pada masa ini juga populer genre horor yang
dipelopori sang ratu horor, Suzanna, seperti, Sundel Bolong (1981), Malam
Jumat Kliwon (1986), dan Malam Satu
Suro (1988). Film aksi fantasi sejarah, Saur
Sepuh: Satria Madangkara (1987), yang diadaptasi dari sandiwara radio
populer juga sukses besar dengan empat sekuelnya. Aktor laga, Barry Prima juga
sukses dengan film aksi sejenis melalui Jaka
Sembung (1981) dengan tiga sekuelnya. Sementara film remaja Catatan Si Boy (1987) yang dibintangi
Onky Alexanderd dan Meriam Bellina, juga sukses besar dengan empat sekuelnya.
Sementara itu muncul pula film-film
drama berkualitas dari sutradara-sutradara berpengaruh pada masa ini seperti, Doea Tanda Mata (1984) karya Teguh
Karya, Matahari-Matahari (1985) karya Arifin C
Noer, Tjoet Nyak Dien (1986) karya Eros Djarot, Kodrat (1986), karya Slamet
Rahardjo Djarot, Kejarlah daku Kau Kutangkap (1985) karya
Chaerul Umam,
serta Nagabonar (????) karya Deddy
Mizwar. Sementara Pengkhianatan G-30-S PKI (1982) karya Arifin C. Noer yang
merupakan film propaganda fenomenal, menjadi film terlaris era 80-an dan kelak
selalu diputar di televisi nasional tiap tahunnya selama era Orde baru.
Dimulai awal
dekade 1990-an hingga awal dekade 2000-an kondisi perfilman Indonesia mati suri
dengan menurunnya jumlah produksi film nasional terutama sekali karena
munculnya TV swasta di akhir era 80-an. Sejak Tahun 1993, FFI tidak lagi diselenggarakan
karena minimnya produksi. Di tengah kondisi serba sulit ini sejak awal 90-an
hingga tahun 1997, muncul film-film erotis berkualitas rendah yang
mengeksploitasi seks semata dengan judul-judul yang bombastis, sebut saja macam
Gadis Metropolis (1992), Ranjang yang Ternoda (1993), Gairah Malam (1993), Pergaulan Metropolis (1994), Gairah Terlarang (1995), Akibat
Bebas Sex (1996), Permainan Erotik (1996),
serta Gejolak Seksual (1997).
Namun film-film drama berkualitas
masih muncul seperti seperti Taksi (1990) Arifin C
Noer, Sri (1997)
sutradara Marselli
Sumarno, Telegram (1997) karya Slamet
Raharjo Djarot, serta
Badut-Badut Kota (1993) karya Ucik Supra. Garin Nugroho juga memulai
debutnya dengan film-filmnya seperti Cinta
Dalam Sepotong Roti (1990), Daun di
Atas Bantal (1997), dan Puisi Tak
Terkuburkan (1999). Dewan Film Nasional juga membiayai Bulan Tertusuk Ilalang (1994) karya Garin Nugroho dan Cemeng 2005 (1995) karya sutradara N.
Riantiarno untuk
menggairahkan kembali perfilman nasional seperti yang telah dilakukan pada era
60-an silam. Sementara dari kalangan sineas independen, muncul sineas-sineas intelek
muda yang kelak berpengaruh pada dekade mendatang seperti Riri Reza, Mira
Lesmana, Rizal Mantovani, dan Nan Acnas dengan memproduksi Kuldesak (1997).
Era 2000 - Sekarang
Pasca reformasi dianggap sebagai
momentum awal kebangkitan perfilman nasional. Momen ini ditandai melalui film
musikal anak-anak Petualangan Serina (1999)
karya Riri Reza serta diproduseri Mira Lesmana yang sukses besar di pasaran. Selang
beberapa tahun diproduksi dua film fenomenal yang sukses luar biasa yang
selanjutnya memicu produksi film-film lokal. Pertama adalah film horor Jelangkung (2001) karya sutradara Jose
Purnomo dan Rizal Mantovani dan kedua Ada
Apa Dengan Cinta? (2001) karya Sutradara Rudi Soedjarwo yang diproduseri oleh
Mira Lesmana dan Riri Reza. AADC sukses fenomenal hanya dalam tiga hari diputar
di Jakarta film ini telah meraih 62.217 penonton. Dua film ini dianggap sebagai
film pelopor yang nantinya banyak bermunculan puluhan film-film dengan tema dan
genre yang sama. Film bertema remaja dan film horor bahkan hingga kini masih
membanjir dan laris di pasaran.
Mengikuti sukses
AADC film-film roman dan melodrama remaja bermunculan dan tak jarang
menggunakan bintang muda, penyanyi atau grup musik yang tengah naik daun.
Film-film roman remaja yang populer antara lain Eiffel I’m in Love (2003) karya Nasri Ceppy, Heart (2005), Inikah Rasanya
Cinta? (2005), Love in Perth (2010),
Purple Love (2011), Love is U (2012). Sineas Nayato Fio
Fuala dikenal juga memproduksi film-film melodrama yang menyayat hati antara
lain Cinta Pertama (2006), The Butterfly (2007), serta My Last Love (2012). Melalui Virgin (2004) film remaja mulai berani
mengambil tema-tema yang dianggap tabu sebelumnya.
Genre horor
mendominasi pasar melalui film-film horor remaja yang umumnya mengambil cerita
mitos atau legenda dari sebuah tempat atau lokasi angker yang menampilkan
makhluk-makhluk gaib khas lokal, seperti kuntilanak, pocong, genderuwo, suster
ngesot, tuyul, dan sebagainya. Pengaruh horor Jepang juga seringkali tampak dan
tak jarang pula memasukkan unsur erotisme sebagai bumbu. Beberapa film horor populer
diantaranya, Tusuk Jelangkung (2002),
Kuntilanak (2006), Terowongan Casabanca (2007), Tali Pocong Perawan (2008), serta Suster Keramas (2009). Bahkan Suzanna, sang
ratu horor pun masih sempat bermain dalam Hantu
Ambulance (2008). Selain film-film horor bermunculan film-film slasher ala barat seperti Rumah Dara (2010), Air Terjun Pengantin (2009), Pintu
Terlarang (2009), hingga yang terbaru Modus
Anomali (2012). Genre horor juga sering dipadukan dengan genre komedi, seperti
Setan Budeg (2009), Poconggg Juga Pocong (2011), dan Nenek Gayung (2012).
Selain film roman dan horor, film
bergenre komedi juga juga sukses besar di pasaran. Film ini rata-rata juga
ditujukan untuk penonton remaja dan beberapa diantaranya berkualitas baik.
Dalam perkembangan film komedi yang berbumbu seks juga semakin banyak
diproduksi. Film-film komedi yang populer dan sukses diantaranya Arisan! (2003) serta sekuelnya yang
rilis tahun lalu, Get Married (2007)
dengan dua sekuelnya, Get Married 2
(2009), dan Get Married 3 (2011), Sekuel
Nagabonar, yaitu Naga Bonar jadi 2 (2007), Quickie
Express (2007), XL :Extra Large
(2008) serta Otomatis Romantis
(2008).
Film anak-anak diproduksi
tidak sebanyak film roman dan horor namun film bertema ini seringkali sukses
besar di pasaran. Film umumnya berkisah tentang perjuangan seorang anak atau sekelompok
anak-anak untuk menggapai impian dan cita-citanya. Film-film anak-anak yang populer
antara lain Denias, Senandung di Atas
Awan (????) karya John De Rantau. Laskar
Pelangi (2008) dan Sang Pemimpi (2009)
karya Riri Reza diangkat dari novel best
seller karya Andrea Hirata. Laskar
Pelangi (2008) menjadi film terlaris di Indonesia dengan penonton mencapai
4.606.785. Film anak-anak tidak jarang pula dipadukan dengan genre olah raga,
seperti Garuda di Dadaku (2009), King (2009), dan Tendangan Dari Langit (2011). Industri perfilman kita melakukan
terobosan dengan memproduksi film animasi musikal melalui Meraih Mimpi (2009).
Film-film
bergenre drama juga banyak muncul yang biasanya berkisah tentang perjuangan
hidup, perncarian eksistensi diri, nilai-nilai moral, dan dan masalah sosial. Beberapa
diantaranya berkualitas sangat baik dan sukses di beberapa ajang festival film
intersnasional. Film-filmnya drama populer diantaranya Cau Bau Kan (2001) dan Berbagi
Suami (2006) yang keduanya karya sutradara Nia Dinata, lalu Pasir Berbisik (2000) dan The Photograph (2007) karya Nan Achnas, Eliana, Eliana (2002), 3 hari untuk
Selamanya (????), dan Gie (2004)
karya Riri Reza, Mengejar Matahari
(2004) karya Rudi Soedjarwo, Surat Kecil
Untuk Tuhan (2011), dan pemenang Citra tahun lalu Sang Penari (2011) karya Ifa Irfansyah.
Film bertema religi
Kiamat Sudah Dekat (2003) karya Deddy
Mizwar memang sukses komersil namun adalah Ayat-ayat
Cinta (2008) karya Hanung Bramantyo yang mengangkat genre religi menjadi
populer hingga sekarang. Film religi kental sekali dengan nuansa agama (muslim)
dan kisahnya berhubungan dengan nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan
sehari-hari dan tak jarang pula dibumbui unsur roman. Film-film religi populer seperti
Ketika Cinta Bertasbih (2009), Ketika Cinta Bertasbih 2 (2009), Perempuan Berkalung Sorban (2009),
Dalam
Mihrab Cinta
(2010), Tanda Tanya (2011), hingga film
religi anak-anak, Negeri 5 Menara
(2012). Film religi juga mengangkat kisah tokoh agama seperti Sang Pencerah (2010) dan yang baru
dirilis Soegija (2012). Sementara Cin(T)a (2009) serta 3 Hati Dua Dunia, Satu Cinta (2010) mengangkat tema masalah beda agama.
Genre aksi baru mulai
populer akhir dekade 90-an dan seringkali berpadu dengan tema kriminal dan
perang, seperti Serigala Terakhir (2009),
Merah Putih (2009), Darah Garuda (2010), Merantau (2009), serta yang baru saja
rilis The Raid (2012). The Raid bahkan sukses dirilis luas di
Amerika dan sempat masuk 11 besar box office mingguan disana. Selain sukses
secara komersil film ini juga sukses secara kritik karena adegan aksinya yang
dikoreografi secara menawan. Film ini merupakan sejarah bagi kita karena sukses
komersil di mancanegara hingga menjadi perbincangan banyak media dan pengamat
film di dunia.
Sedangkan dari para
pembuat film non mainstream (non
komersil) muncul pula film-film alternatif. Beberapa diantaranya abstrak,
kompleks, dan ceritanya sulit dipahami orang awam. Tema film yang diangkat
biasanya merupakan kritik dan respon terhadap isu sosial, ekonomi, dan politik
di negara ini. Garin Nugroho adalah satu diantara sineas yang memilih di jalur
ini, dan seringkali justru film-filmnya mendapat apresiasi di festival-festival
luar negeri. Film-filmnya seperti Opera
Jawa (2006), Under the Tree
(2008), Generasi Biru (2008), serta Mata Tertutup (2012). Juga film-film
semi abstrak seperti Novel Tanpa Huruf R
(2003) dan Identitas (2009) karya
Aria Kusumadewa.
Setelah vakum
selama duabelas tahun, Festival Film Indonesia akhirnya mulai diselenggarakan
kembali pada tahun 2004. Peraih Citra tahun 2006, Ekskul (2006) membuat kontroversi dengan menggunakan ilustrasi musik
film-film populer
barat seperti Gladiator,
Bourne Supremacy,
Taegukgi, dan Munich. Sebagai bentuk protes, para peraih
Piala Citra tahun tersebut seperti Riri Reza, Mira Lesmana, dan lainnya melakukan
aksi pengembalian Piala Citra. Mereka pulalah yang membentuk festival film tandingan,
yakni IMA (Indonesian Movie Award) yang diselenggarakan pertama kali pada tahun
2007.
Dari sedikit
penjelasan diatas terlihat perkembangan perfilman Indonesia dari masa ke masa yang
dinamis. Hingga saat ini sinema kita masih berjuang mencari bentuknya menuju
industri film yang lebih mapan. Secara rata-rata, kualitas kita masih dibawah
industri film negara Asia lainnya seperti Jepang, Hong Kong, Korea, bahkan Thailand.
Secara teknis kita tidak kalah namun dari aspek cerita kita masih sangat lemah.
Para sineas kita masih harus lebih banyak belajar dan jeli mencari celah untuk
bisa bersaing dengan film-film dari negara lain. Sukses The Raid bisa menjadi secercah harapan, bukan hal yang mustahil
film kita bisa menembus pasar internasional.
Agustinus
Dwi Nugroho
23 comments:
good info INDOSPORT.com berita olahraga terlengkap di indonesia
Baca Juga :
Agenbola1388 | Agen Judi Taruhan Bola Online Terpercaya
Agen Bola Terpercaya
Agen Judi Bola
Agen Taruhan Bola
Agen Judi Online
Berguna banget untuk presentasi saya. terima kasih....
horeaaaamm
Asli pal
Nyaan asli hoream nulis euy
makasih gan lengkap sejarah film di indonesianya
keren infonya..
Mengulas Mitos soal Obat kuat viagra, Viagra asli usa, seringkali membuat orang ‘ogah’ menggunakan pil biru tersebut.
Apa itu viagra adalah salah satu merek dagang untuk obat dengan kandungan sildenafil Tentang viagra.
Viagra pfizer Obat ini digunakan untuk menangani disfungsi ereksi alias impotensi. Obat ini bekerja dengan menghambat enzim phosphodiesterase-5 (PDE5), sehingga membuat otot polos di pembuluh darah penis dan paru-paru menjadi kendur dan meningkatkan aliran darah Mengobati Impotensi dan Testimoni viagra.
Nah, tentu saja tak semua kabar buruk soal dampak buruk Viagra itu benar Efek samping viagra.
Laman Cleveland Clinic, merangkum penjelasan ahli urologi Drogo Montague Manfaat dan khasiat viagra yang meluruskan beberapa mitos tentang pil ini.
Mitos 1: Obat viagra buruk untuk kesehatan jantung Montague memastikan mengasup Viagra akan baik-baik saja, selama tidak mengonsumsinya setelah mengasup obat golongan nitrat untuk kesehatan jantung.
Semula, Viagra amerika dimaksudkan untuk mengobati angina (nyeri dada), namun di sisi lain memiliki efek samping ereksi lebih keras.
“Ini (Viagra asli) adalah obat yang tidak hanya mengobati angina dan baik untuk jantung, juga berfungsi pada penis saat obat lain tidak berfungsi serupa,” kata dia. Seperti nitrat, Viagra pun membantu melebarkan pembuluh darah yang dikonstriksi oleh penyakit arteri koroner, pun menurunkan tekanan darah Efek samping vmenplus.
Jika kamu meminum dua obat secara bersama, tekanan darah bisa turun terlalu rendah, sehingga membuat berisiko terkena serangan jantung. Baca juga: Tak Hanya Sebagai Obat Kuat, Viagra Berpotensi Cegah Kanker Cara Mengobati ejakulasi dini.
Mitos 2: Viagra usa dapat merusak mata Viagra tidak akan memiliki efek buruk pada mata selama tidak mengambil dosis berlebih—seperti 100 mg.
Bahan kimia dalam Obat kuat dapat secara temporer mengubah bagaimana cahaya menerpa mata, di mana penglihatan mata menjadi biru.
“Efek samping Viagra pfizer ini dapat terjadi jika dosis yang diasup lebih tinggi, tetapi itu jarang terjadi,” kata Montague. “Tidak ada dampak buruk pada mata, tetapi para pilot tidak dapat mengasup karena masalah soal warna.
Mitos 3: Obat Viagra usa menyebabkan ereksi jangka panjang Meskipun ini mungkin terdengar menarik secara teoritis, kondisi yang dikenal sebagai priapisme ini bisa berbahaya.
Untungnya, itu tidak benar-benar terjadi jika kamu hanya mengonsumsi Viagra. “Sepengetahuan saya, Viagra tidak pernah menyebabkan ereksi berkepanjangan dengan sendirinya,” kata Montague.
“Tapi, itu bisa terjadi jika kamu juga mendapatkan terapi injeksi penis.” Menggabungkan perawatan memiliki efek kumulatif—terapi injeksi penis membuat ereksi keras, dan menambahkan Viagra membuat mereka lebih keras dan bahkan lebih tahan lama.
Blog Yang membahas tentang Tutorial, Pendidikan, Media Pembelajaran, Ilmu Pengetahuan, Elektronika, Arduino
List Blog Blogan
✅ Drop Blog
✅ Kumpulan Blog
✅ Kumpulan Blog Kesehatan
✅ Kumpulan Blog Artikle
✅ Kumpulan Blog Tegnologi
✅ Kumpulan Blog Blokan
✅ Kumpulan Blog Sehat
✅ Kumpulan Blog Warung Doyong
✅ Kumpulan Blog Warung Doyong
artikel yang sangat menarik sekali gan.. terimakasih banyak yaa
sangat menarik
https://youtu.be/RwJFfYl6w_c
https://youtu.be/hf4qnEKMSn8
https://youtu.be/GxEDt87vt5E
makasih infonya gan, nambah pengetahuan bgt buat film indonesia
Hubungi kami:
via BBM INVITE: {D8980E0B}
WhatsApp: (+ 44) 7480 729811
Tel .... (+ 44) 7480 729811
Apakah Anda memerlukan pinjaman yang sah, jujur, bereputasi dan mendesak? Pencarian Anda untuk pinjaman yang sah berakhir di sini hari ini karena kami di sini untuk memenuhi kebutuhan keuangan Anda. Jika Anda telah ditolak pinjaman oleh bank atau lembaga keuangan dengan alasan apa pun jangan khawatir lagi tentang masalah keuangan Anda karena kami adalah solusi untuk kemalangan finansial Anda. Kami telah menyediakan Miliaran (mata uang berbeda) dalam pinjaman bisnis kepada lebih dari 32.000 pemilik bisnis. Kami menggunakan teknologi risiko yang kami tentukan sendiri untuk memberi Anda pinjaman bisnis yang tepat sehingga Anda dapat tumbuh urusanmu. kami menawarkan pinjaman untuk semua jenis dengan tingkat bunga rendah dan juga jangka waktu untuk membayar kembali pinjaman. Apakah Anda memiliki kredit yang buruk? Apakah Anda memerlukan uang untuk membayar tagihan? atau Anda merasa perlu memulai bisnis baru? Apakah Anda memiliki proyek yang belum selesai karena pendanaan yang buruk? Apakah Anda memerlukan uang untuk berinvestasi dalam spesialisasi apa pun yang akan menguntungkan Anda? ISKANDAR LESTARI LOAN COMPANY bertujuan untuk memberikan layanan keuangan profesional yang sangat baik e_mail: (iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com)
Kumpulan Bokep Terupdate Terbaru 2020 ( COLMEK.FUN )
NONTON VIDIO BOKEP
TERBARU
BOKEP HARDCORE
BOKEP INDO JILBAB
BOKEP BARAT 18+
BOKEP ASIA
BOKEP JEPANG
- ( Nonton Flem Sub Indo Di sini ya TerUPDATE )
CINEPLEX21
INDOXX1
https://gumroad.com/nicholsff
dapatkan keuntungan ratusan juta setiap hari dengan bergabung bersama KRISTALQQ
Kesuksesan film tergantung pemirsa dilapangan
Qué oportuno, Ana. Hoy justo he estado con un grupo de 2º de la ESO en Rivas y uno de los libros que tenían que buscar es 'qué me está pasando' y xxx también otro que no he leído con detenimiento pero que me parecía interesante titulado 'sexo qué es'. Los chavales se lo enseñaban unos a pornogratis otros y me decían que era guarro, que no era para niños... increíble. Cuando les he dicho que la biblioteca también podía servir para aprender sobre sexo, uno ha dicho: no, si ya se lo pregunto a mi mamá. xhamster
Y todos se han hechado a reir porque es patente que se sigue sin hablar de este tema con los hijos habitualmente.
Lo mismo me pasó con ' annunci69
Mamá puso un huevo' que leímos en Talamanca y que no querían poner en nuestra selección de libros sobre el cuerpo humano. Según ellos si un niño pornpics pequeño lo lee le puede hacer un trauma... cómo son!
Post a Comment