Mencoba Bersungguh-Sungguh
Sutradara: Affandi Abdul Rahman
Penulis Naskah: Salman Aristo
Pemain:
Jiofanu Lubis / Ikang Fawzi / Lulu Tobing / David Chalik /
Gazza Zubizareta
/ Billy Sandy
Sinematografi : -
Sinematografi : -
Editing:
Cesa David Luckmansyah
Ilustrasi
Musik: Aghi Narotama
Distributor:
Million Pictures
Durasi:
100 menit
Film diangkat dari
novel best seller karya Ahmad Fuadi yang mengangkat tema seputar dunia
pesatren. Tema ini sebelumnya juga pernah diangkat dalam film 3 Doa 3 Cinta, namun kali ini Negeri 5 Menara mampu mengemasnya
sedikit lebih baik. Alkisah Alif (Jiofani Lubis) setelah meyelesaikan
sekolahnya di Minangkabau ingin melanjutkan studinya di Bandung namun orang
tuanya menginginkannya masuk pondok pesantren di Jawa. Alif dengan setengah
hati masuk ke pesantren tersebut dengan harapan di tengah jalan ia bisa keluar
dan melanjutkan sekolah di Bandung. Di Pondok Madani, Alif berteman dengan
Baso, Raja Lubis, Atang, Dulmajid, dan Said berasal dari daerah yang
berbeda-beda. Persahabatan mereka yang penuh suka dan duka ternyata mampu
membuka pikiran dan hati Alif dalam mewujudkan mimpinya.
Tidak seperti 3 Doa 3
Cinta yang sepi dan artifisial, kali ini Negeri 5 Menara mampu benar-benar menyajikan suasana hiruk pikuk pesantren.
Setting berlokasi di pesantren sungguhan yakni di Pondok Modern Gontor,
Ponorogo, memudahkan untuk membangun suasana dikehendaki karena setting ruang-ruang
pondok (kelas, kamar tidur, aula, dan sebagainya) plus ratusan figuran sudah
tersedia. Sayang, tempat kumpul Alif dan kawan-kawan dibawah menara semestinya
bisa digambarkan lebih istimewa, dan lebih tampak seperti tempat tongkrongan
biasa.
Bicara soal cerita, plot yang disajikan di filmnya
cenderung datar dan tak mampu membangun konflik yang berarti. Penonton hanya
disuguhkan keseharian kehidupan Alif dan kawan-kawannya di pondok tanpa ada
masalah atau konflik yang memungkinkan bisa melakukan pendalaman karakter. Ini
sebenarnya penting karena penonton bisa lebih bersimpati dan berempati dengan
tokoh-tokohnya. Plot berjalan terlalu cepat dan seringkali cerita berjalan
tanpa argumen yang berarti. Cerita berlalu begitu saja seolah tak membekas dan
tidak memberi kenangan yang berarti bagi tokohnya dan juga penonton. Satu momen penting ketika Alif ingin
meninggalkan pondok, tak ada alasan kuat dan berkesan bagi penonton kenapa ia
ingin tetap tinggal. Fokus cerita juga lebih tertuju pada karakter Alif dan
Baso, keempat anak lainnya lebih terlihat sebagai pelengkap ketimbang karakter
utama, padahal judul filmnya (5 Menara = 5 Impian) seolah mengisyaratkan porsi
tiap tokoh utama sama kuat.
Bicara soal akting, penampilan bintang-bintang muda
terhitung sangat baik namun sayangnya plot yang datar melukai akting natural
mereka. Keenam bintang cilik terutama Billy Sandy yang bermain sebagai Baso
mampu menghidupkan suasana dan dialog di tiap adegannya. Sementara
pemain-pemain lain seperti Ikang Fawzi, Donny Alamsyah, Andhika Pratama bermain cukup baik namun tak ada yang
mencuri perhatian. Ilustrasi musik dan lagu yang bernuansa pop juga lebih menghidupkan
filmnya tanpa harus menggunakan musik dan lagu tradisional atau musik bernuansa
islami.
Negeri 5 Menara mencoba
bersungguh-sungguh seperti motonya, “Man
Jadda Wa Jadda”. Diluar segala kelemahannya, setelah Laskar Pelangi rasanya film ini adalah yang tontonan pas, mendidik,
dan menginspirasi bagi para remaja kita. Dari film ini kita setidaknya bisa belajar
tentang persahabatan, kesetiaan, bakti, serta mimpi, yang jika
bersungguh-sungguh menjalaninya pasti kita bisa.
Debby Dwi Elsha
No comments:
Post a Comment