
Film bencana (disaster
movie) merupakan salah satu genre fenomenal yang hingga kini merupakan
formula sukses untuk meraup keuntungan besar. Sekalipun lazimnya diproduksi
dengan bujet luar biasa besar namun tidak menyurutkan para pembuat film
memproduksi film berskala besar jenis ini. Genre ini mengalami masa kejayaannya
sejak dekade 1970-an serta dekade 1990-an hingga kini.
Plot film-film bencana (disaster)
berhubungan dengan tragedi atau musibah baik skala besar maupun kecil yang
mengancam jiwa banyak manusia. Secara umum film bencana dibagi dalam dua jenis,
bencana alam dan bencana buatan manusia. Bencana alam adalah aksi bencana yang
melibatkan kekuatan alam yang merusak dalam skala besar seperti angin topan,
tornado, gunung api, banjir, gempa bumi, tsunami, meteor, efek pemanasan
global; serta serangan hewan atau binatang seperti virus, lebah, ular, burung,
kelelawar, ikan hiu, dan sebagainya. Bencana buatan manusia umumnya berhubungan
dengan tindak kriminal atau faktor human
error, seperti aksi terorisme, kecelakaan pesawat terbang, kebocoran
reaktor nuklir, kebakaran gedung, malafungsi komputer, kapal karam, dan
sebagainya. Bencana biasanya tak bisa dihindarkan lagi tanpa bisa diantisipasi
atau dicegah. Umumnya plot film bencana khususnya yang berskala luas adalah
bagaimana manusia berpacu dengan waktu untuk menyelamatkan diri atau lari dari
bencana besar yang tengah atau akan menimpa mereka.
Akibat skala filmnya yang luas seringkali plot film bencana
menggunakan multi-plot. Kisahnya disajikan bergantian dan meloncat dari satu
tokoh atau peristiwa ke tokoh atau peristiwa lainnya. Tokoh utama atau peran pembantu
juga seringkali adalah seorang ilmuwan atau ahli dalam bidang yang menjadi tema
filmnya. Satu tokoh inilah yang biasanya menjadi penghubung antara kisah
filmnya dengan penonton melalui penjelasan-penjelasan ilmiahnya yang gamblang.
Seringkali pula tokoh-tokoh utama adalah karakter-karakter yang semula
diremehkan yang dipaksa masuk dalam situasi luar biasa namun akhirnya mampu mengatasi
semua masalah. Dalam plotnya seringkali juga memasukkan unsur drama atau roman
untuk memicu efek dramatik yang kuat pada akhir kisahnya. Umumnya pula
film-film bencana berakhir happy ending
dengan solusi yang memuaskan penonton.
Film bencana lazimnya menghabiskan biaya produksi yang
sangat besar karena skala filmnya yang sangat luas, tata artistik megah, serta
penggunaan efek visual (CGI) yang begitu intensif. Seringkali penggunaan
sederetan bintang ternama dalam satu film juga menambah bujet produksinya. Setting
menjadi kunci filmnya seringkali menggunakan setting yang megah dan raksasa, sering berpindah lokasi, serta
menggunakan lokasi, landmark, atau monumen yang sudah sangat dikenal. Ilustrasi
musik juga memegang peranan penting, biasanya megah dan membahana sesuai dengan
karakter kisahnya yang berskala luas.
Film bencana juga terkadang bersinggungan dengan genre fiksi
ilmiah, fantasi, hingga horor seperti contohnya invasi makhluk luar angkasa,
seperti The War of the World dan The Independence Day, monster raksasa
seperti Godzilla dan King Kong, hingga makhluk pemangsa
manusia, seperti Dawn of the Dead, namun
lazimnya mereka tidak dikategorikan dalam genre bencana karena faktor bencana
disebabkan oleh sesuatu yang tidak realistik atau sifatnya fantasi (rekaan).
Genre aksi juga seringkali kini bersinggungan dengan tema bencana seperti aksi
teroris, seperti Executive Decision
dan seri Die Hard, namun lazimnya
lebih dikategorikan pada film aksi karena image
bintang-bintang laganya serta penekanan aksi sang bintang dan bukan pada aksi
bencananya. Bujet yang demikian besar serta pencapaian teknologi rekayasa
digital yang mutakhir juga membuat film-film bencana lebih dominan diproduksi
studio-studio Hollywood.
Sekalipun film-film bencana hanya menekankan pada aksi serta efek visual semata
namun genre ini juga menawarkan pesan moral yang bernilai, seperti keberanian,
pengorbanan, kerja-sama, mencintai sesama dan lingkungan, serta semangat
pantang menyerah dalam situasi yang genting.
Sebelum Era 70’an
Sejak era film
bisu tema bencana sudah tampak, seperti film pendek produksi Inggris tentang
kebakaran gedung, Fire (1901) yang
mengisahkan penyelamatan petugas pemadam kebakaran. Film lain yang bisa
dikategorikan murni film bencana adalah The
Last Day of Pompeii (1913) yang mengisahkan tentang letusan gunung api yang
maha hebat yang kembali juga diremake tahun 1935, juga tenggelamnya kapal
Titanic dalam Titanic (1915). Film
bencana besar lainnya produksi Perancis adalah tentang komet yang menabrak
bumi, La Fin Du Monde (1931).
Film-film bencana alam lainnya juga muncul seperti, gempa bumi di San Fransisco
tahun 1906 dalam San Fransisco
(1936), badai tropis dalam The Hurricane (1937), kebakaran kota
dalam In Old Chicago (1938), gempa
bumi dan banjir besar dalam The Rains
Came (1939).

Tahun 50’an hingga 60-an
merupakan era emas film fiksi ilmiah yang kisahnya seringkali menyinggung
bencana dalam skala luas, seperti kedatangan makhluk asing dalam
The Day
The Earth Stood Still (1951),
Invaders
from Mars (1953), serta
Earth vs. The
Flying Saurcers (1956), hingga monster raksasa akibat radioaktif, seperti
Them! (1954) serta
The Deadly mantis (1957). Beberapa film bencana murni juga muncul
seperti yang paling berpengaruh adalah
The
High and the Mighty (1954) yang berkisah tentang pesawat terbang yang
mengalami kerusakan mesin dalam perjalanan di tengah lautan Pasifik. Lalu juga
ada tentang serangan ribuan burung,
The
Birds (1961) yang disutradarai oleh master thriller, Alfred Hitchcock serta
letusan hebat gunung
Krakatau,
Krakatoa (1969).
Era Emas ‘70-an
Pada
era 70an, peristiwa dan bencana yang benar-benar terjadi pada dekade ini ikut
memicu perkembangan film-film genre
ini, yakni krisis Watergate
(1972-1974), tertabraknya dua pesawat Boeing
747 di Cannary Island (1977) serta
kecelakaan pembangkit nuklir di Three
Mile Island (1979). Film-film bencana pada era ini mulai diproduksi dengan
bujet besar dan berisi efek khusus dan visual, serta tata artistik yang
mengesankan, penuh aksi-aksi menegangkan, berpacu dengan waktu, aksi-aksi
penyelamatan serta memakai sejumlah besar bintang-bintang ternama. Film-film
bencana seringkali mendapatkan nominasi bahkan memenangkan Oscar untuk kategori pencapaian artistiknya seperti, tata artistik,
efek khusus, dan efek visual namun jarang sekali mendapatkan penghargaan untuk
penampilan aktingnya.

Film bencana pertama
yang paling berpengaruh mengawali dekade ini adalah,
Airport (1970) karya sutradara dan penulis
George Seaton. Film menegangkan ini diadaptasi dari novel karya
Arthur Hailey, cerita film terpusat pada
ancaman bom bunuh diri pada sebuah pesawat di Airport Midwestern. Film ini
memiliki plot yang sangat kompleks serta para pemain yang lebih dari cukup
untuk memproduksi tiga buah film. Film bencana ini menggabungkan beberapa tema
seperti,
thriller, roman, drama dan
komedi. Film juga dibintangi sederetan bintang-bintang ternama seperti,
Burt Lancaster,
Dean Martin, Jacqueline
Bisset, Helen Hayes, Jean Seberg dan
George Kennedy. Selain sukses menyedot
penonton dalam jumlah besar film ini juga mendapatkan enam nominasi
Oscar termasuk diantaranya film terbaik
dan secara tidak diduga aktris veteran,
Helen
Hayes mendapatkan
Oscar untuk aktris pembantu terbaik. Walaupun memiliki
genre yang sangat kompleks namun film
ini membuka jalan bagi
genre film
bencana yang banyak diproduksi setelah film ini.

Sekuel Airport diproduksi hingga tiga seri
dalam dekade ini dan dua seri diantaranya juga sama suksesnya dengan film
pertamanya. Ketiga sekuelnya juga memakai formula yang sama dengan film
orisinalnya, yakni memakai sederetan bintang besar serta plot yang kompleks.
Airport 1975 (1974) berkisah tentang
kokpit pesawat 747 ditabrak oleh sebuah pesawat kecil walaupun sukses menyedot
penonton namun film memiliki plot yang lemah.
Airport ’77 (1977) berkisah tentang para penumpang yang terjebak
dalam pesawat di kedalaman 50 kaki setelah jatuh di perairan Segitiga Bermuda.
Film ini banyak dinilai sebagai sekuel yang terbaik karena didukung kualitas
skrip dan akting para pemainnya.
Airport
’79: Concorde (1979) merupakan seri terlemah dari ketiga sekuel
Airport, berkisah tentang sebuah ancaman
pada pesawat
Concorde yang menuju
Olimpiade Moskow hingga pesawat tersebut sampai harus berputar (terbalik) untuk
menghindari serangan misil. Pada akhir dekade ini seri film
Airport juga mengilhami sebuah film
komedi sukses berjudul,
Airplane!
(1980).

Produser dan sutradara
Irwin Allen adalah orang yang paling
berpengaruh terhadap sukses film-film bencana hingga ia dijuluki ‘
The Master of Disaster”.
Allen mengawali suksesnya dengan
The Poseidon Adventure (1972) sebuah
film bencana yang berkisah tentang terbaliknya sebuah kapal pesiar mewah,
SS Poseidon akibat gelombang besar pada
malam tahun baru. Film berisi bagaimana upaya sekelompok orang yang selamat
untuk bertahan hidup dengan mencoba untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi
(lambung kapal) dalam kondisi kapal yang terbalik. Latar yang semuanya serba
terbalik dirancang secara teliti hingga terlihat mendetil dan mengesankan. Film
dibintangi sederetan bintang ternama diantaranya
Gene Hackman, Ernest Borgnine dan
Shelley Winters. Film ini meraih sukses besar dengan meraih
pendapatan kotor sebesar $93 juta. Film ini juga mendapatkan delapan nominasi
Oscar dan hanya memenangkan
Oscar untuk lagu tema terbaik dan
penghargaan khusus untuk visual efek. Sukses film ini membuat
Allen memproduksi sekuelnya,
Beyond the Poseidon Adventure (1979)
dengan menggunakan beberapa pemain yang sama namun tidak sesukses pendahulunya.

Allen melanjutkan suksesnya melalui film,
The Towering Inferno (1974) sebuah film bencana yang paling populer
dan spektakuler. Film ini merupakan produksi patungan antara dua studio
raksasa,
Warner Brothers dan
20th Century Fox dengan biaya
produksi $14 juta. Film berkisah tentang bencana kebakaran yang melanda gedung
pencakar langit,
The Glass Tower yang
bertingkat 138 lantai serta upaya penyelamatan orang-orang yang terjebak dalam
gedung tersebut. Film dibintangi sederetan bintang-bintang ternama seperti,
Paul Newman, Steve McQueen, William Holden,
Faye Dunaway, Fred Astaire,
Jennifer
Jones dan lain-lain. Selain sukses komersil film ini juga mendapatkan
delapan nominasi
Oscar termasuk
diantaranya film terbaik. Film memenangkan tiga
Oscar untuk sinematografi, editing dan lagu terbaik. Film-film
bencana spektakuler produksi
Allen
lainnya adalah,
The Swarm (1978)
tentang serangan jutaan lebah mematikan dari Amerika Selatan serta
When Time Run Out… (1980) tentang
letusan sebuah gunung api di sebuah pulau wisata.

Film bencana alam yang
juga sangat populer adalah
Earthquake (1974)
berkisah tentang gempa bumi berkekuatan 9.9 skala
Richter yang melanda
kota Los Angeles. Film berbujet
besar ini disutradarai oleh
Mark Robson
dan diproduksi oleh
Universal Pictures
serta menjadi salah satu film terlaris setelah sukses mendapatkan pendapatan
kotor lebih dari $80 juta. Cerita film lebih ditekankan pada reaksi serta
perjuangan hidup warga
kota
setelah terjadinya bencana tersebut. Film dibintangi sederetan aktor dan aktris
Hollywood
ternama seperti,
Charles Heston, Ava
Gardner, George Kennedy, Lorne Greene, Richard Roundtree, Walter Matthau
dan lain-lainnya. Film ini memenangkan
Oscar
untuk tata suara terbaik dengan memperkenalkan teknologi suara inovatif yang
dinamakan
Sensurround, yakni suatu
sistem
subwoofer yang menciptakan
getaran frekuensi rendah yang menyerupai getaran gempa bumi. Film ini mampu
menggambarkan sekuen gempa bumi serta gambaran
kota
Los Angeles
yang hancur dengan sangat mengesankan namun sederetan bintang ternama dalam
film ini tidak mampu menolong plot yang dinilai sangat lemah baik dari sisi
drama maupun aksinya.
Meteor (1978) merupakan film politik perang dingin yang berlatar
bencana asteroid yang jatuh ke bumi. Walaupun film ini dibintangi aktor dan
aktris ternama seperti
Sean Connery,
Nathalie Wood, Henry Fonda dan
Martin
Landau namun bintang sesungguhnya dalam film ini adalah efek visual meteor
yang mengesankan. Film mega bujet sebesar $18 juta ini harus mengalami
kenyataan pahit gagal di pasaran serta juga gagal mendapatkan
Oscar untuk nominasi tata suara
terbaik. Film bencana alam lainnya yang diantaranya
Avalanche (1978) tentang longsoran salju di sebuah resor wisata
ski. Film bencana lainnya yang terkait dengan serangan hewan liar antara lain,
Jaws (1975), film super laris yang
berkisah tentang serangan hiu mematikan di sebuah pulau wisata hingga
diproduksi sekuelnya juga pada dekade ini, yakni
Jaws 2 (1978) dengan bintang-bintang pendukung yang sama. Sukses
film ini diikuti oleh film-film imitasi serangan binatang air seperti,
The
Jaws of Death (1976),
Tintorera...Bloody
Waters (1977),
Orca (1977),
Tentacles (1977),
Piranha (1978),
Killer Fish (1979) dan
Crocodile (1979).



Film-film bencana
terkait akan ketakutan serta menyebarnya wabah virus juga banyak diproduksi
pada dekade ini. Diawali dengan
The
Andromeda Strain (1971) yang diambil dari novel fiksi ilmiah karya
Michael Crichton. Film berkisah tentang
sekelompok tim peneliti yang menyelidiki virus mematikan yang berasal dari
angkasa luar. Film disutradarai oleh sutradara kawakan,
Robert Wise yang secara mendetil mengikuti alur cerita mendekati
novelnya. Film bencana wabah virus lainnya seperti,
The Crazies (1973) dan
The
Plague (1978). Memakai formula
Airport,
Casandra Crossing (1977) merupakan
film dengan plot kompleks yang menggabungkan tema
thriller, aksi, drama serta terorisme lengkap dengan sederetan
bintang-bintang ternama. Film berkisah tentang dua orang pencuri laboratorium
yang secara tidak sengaja terjangkit sebuah virus mematikan, mereka melarikan
diri dengan menyelinap ke kereta api yang akan berangkat.

Diawali dengan
Airport,
film-film bencana bertema terorisme, ancaman bom, sabotase dan semacamnya
banyak diproduksi dengan jenis yang beragam. Film produksi Inggris,
Juggernaut (1974) berkisah tentang
seorang berjulukan
Juggernaut yang
memasang beberapa bom yang diletakkan dalam drum-drum pada sebuah kapal pesiar
mewah.
The Hindenberg (1975) sebuah
film yang diambil dari kisah nyata kecelakaan akibat sabotase yang terjadi pada
pesawat
Zeppelin milik Jerman,
Hindenberg pada tahun 1937. Film bencana
brutal,
The Black Sunday (1977) karya
John Frankenheimer, berkisah
sekelompok teroris yang berencana menembakkan ribuan panah beracun di stadion
olahraga
Orange Bowl yang dipenuhi
ribuan penonton dari sebuah pesawat balon udara.
Rollercoaster (1977) berkisah tentang seorang teroris yang
mengancam akan meledakkan
rollercoaster
pada beberapa tempat taman hiburan.

Pada era perang dingin,
film-film bertema perang nuklir dan dampaknya telah banyak diproduksi. Pada
dekade kali ini film-film bencana terkait nuklir lebih banyak berkisah tentang
kebocoran sebuah reaktor nuklir.
Gray
Lady Down (1977) berkisah tentang kapal selam nuklir yang karam.
The China Syndrome (1979) yang berkisah
tentang sebuah kecelakaan yang dapat berakibat bocornya sebuah pembangkit
nuklir. Film karya sutradara
James
Brigdes ini dibintangi oleh
Jack
Lemmon, Jane Fonda dan
Michael
Douglas. Film ini memiliki waktu rilis yang paling aneh sekaligus
menakutkan dalam sepanjang sejarah sinema Amerika. Secara kebetulan setelah 11
hari film ini dirilis nyaris sama seperti kejadian dalam filmnya terjadi sebuah
kecelakaan di pembangkit nuklir di
Three Mile Island
di
Pennsylvania.
Pada akhir dekade ini juga diproduksi film dengan tema nyaris sama yakni,
Chain Reaction (1980).
Sementara City on Fire (1977) adalah sebuah film
tentang kebocoran dan ledakan kilang minyak yang membakar seluruh
kota.
Era 90-an Hingga Kini

Era 80-an relatif sangat
minim film-film bencana bisa jadi karena satu dekade sebelumnya penonton sudah
jenuh dengan tema ini. Awal tahun 90-an pun tema ini masih belum menjadi favorit
penonton, tercatat beberapa film bencana muncul yang paling populer
Arachnophobia (1990), berkisah tentang
serangan laba-laba mematikan yang menyerang satu kota kecil. Film aksi bencana
sukses,
Apollo 13 (1995) yang
dibintangi Tom Hanks diadaptasi dari kisah nyata berkisah tentang kecelakaan
pesawat angkasa Apollo 13 dalam perjalanan ke bulan, lalu juga
Outbreak (1995) yang berkisah tentang
virus mematikan yang menyebar satu wilayah kota kecil.
Disaster movie memulai momentum baru melalui
Twister (1996) garapan Jan De Bont yang berkisah tentang sekelompok
ilmuwan yang mengejar tornado untuk tujuan riset ilmiah. Film ini sukses luar
biasa meraih hampir $500 juta di seluruh dunia dan banyak dipuji karena mampu
menampilkan bencana tornado dengan sangat meyakinkan hingga mendapatkan Oscar
untuk efek visual terbaik. Setelahnya ini film bencana dengan bujet besar
dengan efek visual yang mengesankan (CGI) menjadi tren bahkan terhitung hingga
kini. Sekalipun secara kuantitas tidak menyamai pada era emasnya namun
film-film ini mampu sukses besar di seluruh dunia.

Tren tema bencana
dimulai dari
Daylight (1996) yang
dibintangi aktor laga populer, Silverster Stallone. Film ini berkisah tentang
bencana di terowongan bawah tanah. Tahun selanjutnya,
Dante’s Peak (1997) yang berkisah tentang letusan gunung api dengan
penggambaran yang dinilai sangat ilmiah dan meyakinkan. Tema gunung api juga
muncul kembali di tahun yang sama melalui
Volcano,
yang mengisahkan tentang letusan gunung api di
kota
Los Angeles.
Puncaknya, akhir tahun dirilis film termahal sepanjang masa kala itu, yakni
Titanic, sebuah film drama bencana
terlaris sepanjang masa. Film garapan James Cameron ini tidak hanya sukses
komersil namun juga meraih Oscar sebagai film terbaik. Tahun berikutnya dua
film sukses komersil tentang komet yang menabrak bumi dirilis yakni,
Deep Impact (1997) dan
Armageddon (1997). Menutup milenium juga
muncul film aksi bencana serangan binatang,
yakni
Lake Placid (1999) dan
Deep Blue
Sea (1999). Beberapa
film fiksi ilmiah yang menyinggung bencana skala besar juga muncul, seperti
yang paling populer,
Independence Day
(1996),
Mars Attack (1996), hingga
Godzilla (1998).

Membuka milenium baru diawali
dengan film bencana sukses,
The Perfect
Storm (2000) sebuah kisah nyata tentang sebuah kapal ikan yang terjebak
badai maha hebat.
28 Days Later
(2002) berlatar di
London
berkisah tentang infeksi virus mematikan yang merubah manusia menjadi
zombie. Film ini populer karena mampu
memperlihatkan
kota London yang kosong melompong.
The Core (2003) berkisah tentang bencana
perubahan alam di bumi akibat inti bumi yang retak. Film ini merupakan satu
contoh film bencana yang gagal bisa jadi karena kisahnya yang tak realistik.
Film bencana kembali menggeliat
setelah sukses The Day After Tomorrow
(2004) garapan Rolland Emmerich yang sarat dengan tema global warming. Film ini sukses luar biasa dan mampu dengan sangat
mengesankan menggambarkan kehancuran di berbagai belahan bumi ini dalam skala
besar. Film ini tidak hanya menampilkan sisi aksi dan efek visual semata namun
juga sisi dramatik yang kuat. Lima
tahun kemudian Emmerich kembali mengoyang bumi dengan film bencana maha hebat, 2012 (2009) yang suksesnya tertolong
rilis internasionalnya. Sekalipun film yang diinspirasi dari ramalan suku Maya
ini banyak dikritik pengamat karena sisi dramatiknya yang buruk namun film ini
mampu menggambarkan beragam bencana besar dengan sangat meyakinkan, yakni gempa
bumi, letusan gunung api, hingga tsunami.


Beberapa film bertema
bencana murni juga muncul diantaranya
Poseidon
(2006) yang merupakan remake dari
Poseidon
Adventure. Film remake ini sekalipun digarap dengan efek visual yang
meyakinkan namun tetap saja tidak bisa menandingi film aslinya. Jepang tidak
kalah dengan
Hollywood mencoba untuk
menggambarkan wilayah Jepang yang tenggelam dalam
Japan Sinks (2006) yang merupakan film remake.
28 Weeks Later (2007) merupakan film sekuel
28 Days Later mengambil tema dan latar yang sama namun kali ini
lebih menonjolkan sisi aksinya. Film bertema sama juga muncul yakni,
I Am Legend (2007) yang kali ini
menggambarkan
kota New York yang kosong melompong. Film bencana
lingkungan yang aneh juga muncul yakni
The
Happening (2008) garapan M. Night Syamalan. Beberapa film bencana terkait
teroris juga muncul yang diadaptasi dari kisah nyata, yakni
World Trade
Center (2006) dan
United ’93 (2006). Beberapa film fiksi
ilmiah – bencana juga masih populer, seperti
War of the Worlds (2006),
Sunshine
(2007),
Cloverfield (2008), hingga
Knowing (2009).
Jika kita
lihat dari trennya ke depan film-film bencana tampaknya masih menjadi andalan
studio-studio besar dalam meraih keuntungan. Pada dekade ini tampaknya Hollywood masih mendominasi produksi film-film bencana,
sekalipun negara-negara seperti Inggris dan Jepang telah mencoba bersaing.
Menjadi satu pertanyaan besar, tema bencana apa lagi yang diangkat setelah
beragam film bencana yang telah muncul sejak era silam hingga kini. Kita tunggu
saja. (hp)
1 comment:
Finally I found it.
Saya lagi nyari film yang saya lupa judulnya, ternyata ada disini. Arachnophobia. Thanks a lot yah.. ^^
Post a Comment