Home

The Hurt Locker, Antara Fiktif dan Realistik

The Hurt Locker merupakan film perang garapan sineas wanita, Kathryn Bigelow. Film ini ditasbihkan sebagai film terbaik dalam ajang Academy Awards baru lalu serta puluhan penghargaan lainnya di berbagai ajang festival film di dunia. Film independen berbujet $15 juta ini dibintangi oleh aktor-aktor belum ternama, yakni Jeremy Renner, Anthony Mackie, dan Brian Geraghty. Beberapa nama besar mendapat peran kecil dalam film ini yakni, Guy Pearce, David Morse, dan Ralph Fiennes.

Cerita filmnya berlatar pasca Amerika menginvasi Irak di tahun 2004. Alkisah Sersan William James (Renner) mendapat perintah menjadi kepala tim gegana (EOD: Explosive Ordnance Disposal) menggantikan Sersan Thompson (Pearce) yang tewas dalam sebuah insiden. James mendapat dua asisten lapangan mantan bawahan Thompson yakni, Sersan J.T. Sanborn (Mackie) serta seorang specialis Owen Eldridge (Geraghty). Selang beberapa waktu beberapa kasus mereka tangani, Sanborn dan Eldridge merasa terganggu dengan cara kerja James yang mereka nilai terlalu sembrono. Keberanian James memang bisa diacungi jempol namun ia tidak pernah mengindahkan prosedur standar operasional yang ada.

Salah satu nilai lebih film ini adalah naskah yang orisinil tentang aksi para penjinak bom di Perang Irak. Naskahnya sendiri ditulis oleh Mark Boal, seorang jurnalis yang pernah terjun langsung bersama tim gegana di Irak. Plotnya berubah arah setiap waktu tanpa tujuan yang jelas seperti dinamika perang yang selalu berubah-ubah. Keseharian para penjinak bom juga mampu disajikan begitu nyata dan natural. Namun film fiksi hanyalah film fiksi belaka. Seperti film Amerika lazimnya, jagoan tetap saja jagoan. Sifat James yang tak takut mati dan tidak mengindahkan prosedur jelas tak masuk akal dari sisi realistik. Unsur realistiknya memang masih bisa kita perdebatkan namun sebagai tontonan, film ini sangat menghibur utamanya karena sajian aksi dengan ketegangan yang tinggi.

Unsur realisme pun juga didukung aspek teknisnya. Penggunaan teknik handheld camera serta editing yang kasar menjadikan film ini layaknya sebuah tayangan langsung di televisi. Dua teknik ini juga semakin menambah unsur ketegangan dalam setiap sekuen aksinya. Satu yang menjadi kekuatan film ini adalah permainan menawan dari Jeremy Renner. Renner yang awalnya seolah kita pandang sebelah mata lambat laun mampu menarik simpati penonton. Renner bermain brilyan di satu sisi sebagai sosok prajurit tak takut mati di sisi lain ia ternyata hanyalah manusia biasa yang masih memiliki nurani. Beberapa aktor ternama yang muncul sekilas dan tak terduga juga mampu memberi kejutan, terutama Ralph Fiennes yang tampil apik sebagai pimpinan serdadu swasta.

The Hurt Locker semata-mata hanyalah film perang dengan kemasan ala dokumenter seperti banyak film-film perang buatan Hollywood lainnya. Keunggulan film ini jelas ada pada kekuatan naskahnya yang belum pernah tergali sebelumnya. Film perang lazimnya juga memiliki pesan anti perang serta memiliki agenda politik yang kuat namun film ini rasanya tidak mengarah kesana. “War is Drug”. James adalah sosok manusia yang lebih mencintai menjadi penjinak bom melebihi apapun di muka bumi. Tidak salah jika ada seorang pengamat yang mengatakan jika film ini merupakan kendaraan yang sangat efektif untuk mengajak warga Amerika bergabung masuk militer.

Himawan Pratista

No comments:

Post a Comment