James Francis Cameron lahir pada tanggal 16 Agustus 1954 di Kapuskasing, Ontario, Kanada. Ayahnya Phillip Cameron adalah seorang insinyur elektro sementara ibunya, Shirley Cameron adalah seorang artis. Cameron besar di Chippawa sebuah kota kecil di dekat Niagara Falls hingga keluarganya akhirnya pindah ke Fullerton, California, AS. Sejak kecil Cameron adalah seorang penggemar novel fiksi ilmiah. Sewaktu umur 15 tahun ia menonton 2001: Space Oddysey garapan Stanley Kubrick hingga beberapa kali yang menginspirasinya untuk menjadi pembuat film. Tidak hanya itu namun ia juga suka menulis cerita fiksi ilmiah. Semasa ia kuliah fisika dan literatur Inggris, Cameron selalu menyempatkan waktunya mengunjungi perpustakaan film di University of Southern California.
Setelah drop out kuliah, Cameron mengambil beberapa pekerjaan di antaranya bekerja di toko mesin, supir bis sekolah, hingga pengemudi truk namun pada malam hari ia masih menyempatkan untuk menulis cerita. Tahun 1977 merupakan lompatan penting bagi karir Cameron, setelah melihat film Star Wars, ia keluar dari pekerjaannya dan memutuskan untuk masuk dalam industri film. Pada saat yang sama, Cameron bersama dua temannya juga mencoba untuk memproduksi film fiksi ilmiah pendek yang berjudul Xenogenesis.
Karir pertama Cameron di dunia film adalah pembuat miniatur di studio milik sineas kawakan, Roger Corman, yang sering memproduksi film-film fiksi ilmiah kelas B. Cameron yang mampu bekerja efektif dan efisien menjadikan karirnya semakin meningkat hingga terlibat dalam produksi film-film fiksi ilmiah besar. Pada masa ini Cameron menjadi penata artistik dalam film Battle Beyond the Stars (1980), merancang efek khusus untuk Escape from New York (1981), film aksi futuristik garapan John Carpenter, juga menjadi konsultan desainer untuk Android (1980), serta perancang produksi untuk Galaxy of Terror (1981).
Cameron akhirnya mendapatkan kesempatan menjadi sutradara dalam film Piranha II: The Spawning (1981) setelah ditinggalkan oleh sutradara aslinya. Banyak masalah selama produksi menyebabkan hasil filmnya sangat buruk. Dikabarkan selama produksi, produsernya terus menekan Cameron hingga ia sakit keras. Konon sewaktu sakit ia bermimpi sebuah robot dari masa depan dikirim ke masa kini untuk membunuhnya. Terinsipirasi dari mimpinya ini ia menulis naskah film yang kelak akan mendongkrak namanya.
Setelah naskah The Terminator selesai, Cameron berusaha mencari studio yang mau membeli naskahnya sekaligus menyutradarainya. Di saat yang sama Cameron juga sempat menulis naskah Rambo: First Blood Part 2 serta Aliens yang keduanya merupakan sekuel dari dua film sukses. Sementara itu beberapa studio berminat pada naskah The Terminator namun mereka keberatan jika Cameron yang menyutradarainya. Akhirnya sebuah studio independen, Hamdale Pictures berminat membeli naskah film ini hanya dengan harga $1 namun imbalannya Cameron mendapat kursi sutradara dan mendapatkan kebebasan dalam produksi sesuai dengan visinya.
The Terminator (1984) berkisah tentang robot pembunuh dari masa depan yang berusaha membunuh seorang wanita yang kelak putranya akan menjadi pemimpin pemberontak umat manusia terhadap kaum robot. Bermain dalam film ini adalah binaragawan asal Austria, Arnold Schwarzenegger, kemudian Michael Biehn, Linda Connor, serta Lance Henrickson. Film hanya diproduksi dengan bujet tergolong kecil yakni, $6,5 juta. Dengan segala keterbatasan ini Cameron ternyata mampu menunjukkan bakatnya terutama dalam mengemas adegan aksi. Pihak distributor yang semula meremehkan film ini sontak terkejut dengan raihan film ini yakni sebesar $38 juta di Amerika saja, kemudian $78 di seluruh dunia. Seiring berjalannya waktu film ini semakin mendapat pujian dan kemudian sekuelnya dibuat hingga tiga film. Keberhasilan tersebut tidak hanya menaikkan reputasi Cameron sebagai sineas dan penulis naskah namun juga meroketkan nama sang megabintang baru, Arnold Schwarzenegger.
Cameron yang sangat mengagumi film thriller - fiksi ilmiah Alien (1979) garapan Ridley Scott, sangat tertarik untuk membuat sekuelnya. Selama produksi Terminator, Cameron sempat menulis naskah Aliens. Sekalipun naskahnya belum selesai namun pihak studio 20th Century Fox sangat tertarik untuk memproduksinya. Jika ternyata Terminator sukses, Fox berminat memproduksinya dengan Cameron sebagai sutradara. Alhasil sukses Terminator membuat Aliens akhirnya diproduksi. Cameron juga membawa partnernya, yang juga produser film Terminator, Gale Ann Hurd untuk terlibat dalam produksi film ini.
Aliens (1986) memiliki konsep yang berbeda dengan film aslinya dengan lebih dominan memasukkan unsur aksi ketimbang horor. Aliens versi Cameron adalah benar-benar film aksi murni. Aktris Sigourney Weaver yang bermain dalam film pertamanya kembali bermain dalam film ini. Michael Biehn, Lance Henricksen, serta Bill Paxton yang bermain dalam Terminator juga ikut bermain. Aliens diproduksi dengan bujet $18 juta. Film ini penuh dengan efek visual, setting futuristik yang megah lengkap dengan peralatan, perlengkapan, dan kendaraan perang masa depan. Sekali lagi Cameron menunjukkan kepiawaiannya dalam mengolah adegan aksi hingga menjadi sebuah tontonan berkualitas sekaligus menghibur. Diluar dugaan film ini meraih hasil luar biasa, yakni $130 juta hanya dalam peredaran domestik saja. Film ini secara mengejutkan juga meraih tujuh nominasi Oscar dan meraih dua diantaranya, yakni untuk efek visual dan efek suara terbaik. Weaver juga mendapat nominasi aktris terbaik yang merupakan peristiwa langka karena sebelumnya belum pernah film fiksi ilmiah mendapatkan nominasi seperti ini.
Sukses Aliens dan Terminator sangat mengangkat reputasi Cameron. Siapa saja di Hollywood kini ingin bekerja bersama Cameron. Namun Cameron justru menampik banyak tawaran dengan membuat proyek filmnya sendiri, The Abyss. Ide film ini sebenarnya telah ia tulis dalam cerita pendek sewaktu ia masih remaja. Cameron teringat tulisannya ini ketika ia melihat sebuah program National Geographic di dasar samudera, semasa produksi Aliens. Cameron lalu menulis naskahnya dan dengan reputasinya tersebut tidak sulit baginya untuk membuat studio Fox tertarik memproduksi film ini.
The Abyss (1989) adalah film fiksi ilmiah tentang sekelompok peneliti dasar samudera yang secara tidak sengaja bertemu mahkluk asing. Produksi filmnya sangat sulit dilakukan mengingat nyaris separuh cerita film tersebut diambil di bawah air dan membutuhkan waktu sekitar 18 bulan untuk merampungkannya. Cameron membangun set bawah air yang konon tercatat paling besar yang pernah ada. Dengan bujet produksi yang mencapai $70 juta menjadikan film ini sebagai salah satu film termahal saat itu. Namun sayangnya film ini secara komersil tidak sesukses dua film Cameron sebelumnya. Namun dari sisi pencapaian artistik film ini mendapat ganjaran setimpal dengan meraih empat nominasi Oscar dan meraih satu diantaranya untuk efek visual terbaik.
Pembicaraan mengenai sekuel Terminator sudah lama muncul sejak film tersebut sukses di pasaran. Sekalipun Cameron telah memiliki ide cerita lanjutannya namun siapa pemegang hak cerita sekuelnya masih diperdebatkan. Dalam perkembangannya produser ternama spesialis film-film aksi, Mario Kassar (Carolco Pictures) akhirnya membeli hak sekuelnya di akhir 80-an. Sekuel Terminator yang berjudul Terminator 2: The Judgement Day (T2) diproduksi dengan Cameron sebagai sutradaranya. Pada masa-masa ini, Cameron juga mendirikan perusahaan filmnya sendiri yang ia namakan Lightstorm Entertaintment. T2 adalah film pertama yang diproduksi studio ini dan Cameron sendiri juga menjadi produsernya.
T2 (1991) mengambil setting cerita beberapa tahun setelah peristiwa yang terjadi dalam film pertama. Bedanya kini, robot pembunuh yang dulu berperan sebagai antagonis kini berubah menjadi protagonis. Cameron juga masih mengkasting beberapa bintang yang sama, yakni Arnold Schwarzenegger dan Linda Hamilton. Film yang pada masanya tercatat berbujet paling besar ini, yakni lebih dari $100 juta, menggunakan efek visual (Computer Generated Imagery) yang jauh melampaui jamannya. Karakter T-1000 yang mampu mencair dan berubah diri menjadi bentuk apapun mampu divisualisasikan dengan sangat meyakinkan. Dengan efek visual terkini plus aksi seru tanpa henti, tidak mengherankan jika film ini sukses menghasilkan $500 juta di seluruh dunia. Seperti film-film Cameron sebelumnya, film ini juga sukses besar meraih empat piala Oscar dari enam yang dinominasikan, yakni untuk makeup, suara, editing suara, dan efek visual terbaik.
Sebelum rilis T2, Schwarzenegger sempat memberikan ide cerita pada Cameron untuk me-remake film komedi produksi Perancis berjudul La totale! (1991). Setelahnya, Cameron mengembangkan kisahnya menjadi sebuah film aksi komedi spionase unik berjudul True Lies (1994). Schwarzenegger mendapat tempat utama dalam barisan kasting bersama Jamie Le Curtis, Tom Arnold, serta Bill Paxton. Film ini pada masanya juga merupakan film termahal yang pernah diproduksi dengan bujet lebih dari $110 juta. Sekalipun berbeda genre dari film-film sebelumnya namun secara teknis tidak mengurangi kepiawaian Cameron dalam mengolah adegan aksi. Film ini sukses komersil dengan meraih lebih dari $359 juta di seluruh dunia dan mendapatkan piala Oscar untuk efek visual. Film ini juga merupakan film pertama yang berkolaborasi dengan Digital Domain, yakni studio efek visual khusus yang juga didirikan oleh Cameron.
Sudah sejak lama Cameron telah tertarik dengan eksplorasi bangkai kapal di dasar samudera. Dan yang menjadi obsesinya adalah bangkai kapal RMS Titanic yang legendaris. Cameron juga telah menulis ide cerita tentang ini. Ketika Cameron melihat sebuah film dokumenter tentang bangkai kapal Titanic terlintas dibenaknya untuk benar-benar membuat film tentang ini sehingga ia bisa melakukan ekspedisi bawah laut. Ia mendatangi eksekutif Fox dan berhasil meyakinkan mereka untuk membuat film tentang tenggelamnya kapal Titanic. Produksi filmnya dimulai tahun 1995, termasuk proses risetnya Cameron menghabiskan waktu sekitar dua tahun. Bujet filmnya mencapai angka fantastis terbesar saat itu, yakni $200 juta termasuk untuk pembuatan set eksterior dan interior kapal yang sangat detil dan megah.
Titanic (1997) merupakan film drama roman yang dikemas dalam tragedi bencana tenggelamnya kapal Titanic. Film ini dibintangi bintang-bintang muda, yakni Leonardo DiCaprio serta Kate Winslet. Film ini banyak dipuji karena Cameron mampu menyajikan tragedi naas tersebut dengan sangat mengagumkan termasuk pula kisah romannya yang menyentuh. Awalnya banyak pihak meragukan kesuksesan film ini namun faktanya Titanic menjadi film terlaris sepanjang masa hingga kini dengan meraih pendapatan fantastis $1,8 bilyun di seluruh dunia. Tidak sampai disini, Titanic juga menyapu sebelas piala Oscar dari empat belas yang dinominasikan, termasuk film terbaik, sutradara, sinematografi, serta efek visual terbaik. Sukses ini menasbihkan Cameron sebagai salah satu sutradara paling berpengaruh di dunia.
Sukses Titanic merupakan awal dari cuti panjang Cameron memproduksi film cerita panjang. Pada masa-masa vakum tersebut Cameron mengisinya dengan memproduksi serial televisi dan film-film dokumenter. Dark Angel (2000–2002) merupakan seri fiksi ilmiah yang berkisah tentang “superhero” wanita di era futuristik yang dibintangi oleh Jessica Alba. Sayangnya, serial ini hanya bertahan hingga dua musim karena menurunnya jumlah pemirsa secara drastis pada musim kedua. Pada masa-masa ini Cameron juga memproduksi film-film dokumenter tentang ekspedisi bawah laut, yakni Expedition: Bismarck (2002), Ghost of the Abyss (2003), dan Aliens in the Deep (2005). Dua film yang disebut terakhir dibuat menggunakan teknologi tiga dimensi (3D). Sejak Ghost of the Abyss, Cameron mengatakan bahwa selanjutnya ia akan selalu menggunakan teknologi 3D untuk memproduksi film-filmnya kelak.
Sudah sejak tahun 1994, konsep cerita Avatar telah digarap Cameron. Ia bahkan telah merencanakan untuk memproduksi film ini setelah merampungkan Titanic. Namun akhirnya Cameron membatalkan niatnya karena dirasa teknologi kala itu belum memadai untuk mencapai hasil maksimal. Barulah pada tahun 2006, Cameron merampungkan naskah film Avatar. Selama ini Cameron ternyata telah berupaya keras mengembangkan kamera khusus 3D. Ia mengembangkan teknologi motion-capture yang sangat canggih sehingga mampu memadukan live action dengan gambar animasi secara langsung secara bersamaan, berbeda dengan yang pernah ada sebelumnya. Cameron juga mengembangkan teknologi motion-capture yang lebih mendetil sehingga mampu merekam mimik wajah aktor dengan sempurna. Teknologi baru ini ternyata tidak murah, untuk merampungkan Avatar, Cameron menghabiskan biaya produksi hingga $237 juta, itu pun belum termasuk biaya promosi filmnya.
Avatar (2009) menandai kembalinya Cameron di industri film setelah ia absen lebih dari satu dekade. (baca review Avatar di montase.blogspot.com) Avatar diistilahkan Cameron sebagai film hibrida, yakni perpaduan antara live action dengan CGI. Avatar menyajikan gambar tiga dimensi yang amat sangat realistik jauh berbeda dengan film-film 3D sebelumnya. Absennya yang lebih dari satu dekade ternyata tidak membuat Cameron kehilangan kemampuannya untuk menyajikan aksi-aksi seru berkualitas yang sangat menawan. Terbukti hanya dalam tiga minggu rilisnya, Avatar telah meraih lebih dari $1 bilyun di seluruh dunia. Film fiksi ilmiah ini juga mendapat banyak pujian dari pengamat dan merupakan salah satu kandidat kuat dalam ajang Academy Awards tahun ini. Cameron sendiri mengatakan jika Avatar sukses maka ia akan memproduksi pula dua sekuelnya. Cameron juga tengah mempersiapkan film berformat 3D lainnya yakni, Battle Angel.
Gaya dan Karakter Film-film Cameron
Film-film Cameron tidak pernah lepas dari genre fiksi ilmiah dan aksi. Cameron sejak kecil memang menyukai cerita dan film-film fiksi ilmiah yang tampaknya sangat mempengaruhi seleranya hingga kini. Nyaris semua film-film garapannya, seperti seri Terminator, Aliens, The Abyss, serta Avatar adalah film bergenre aksi - fiksi ilmiah murni. Sementara True Lies dan Titanic walau berbeda genre namun tetap mengandung unsur aksi yang dominan. Cameron juga dikenal sebagai penulis naskah yang handal dan selalu menulis semua naskah filmnya dengan ide ceritanya sendiri tanpa mengambil dari sumber lain. Durasi cerita filmnya pun umumnya berdurasi sangat panjang.
Cameron juga dikenal tidak tanggung-tanggung dalam produksi filmnya. Tercatat setelah memproduksi Terminator, Cameron selalu memproduksi film dengan bujet di atas rata-rata produksi film kebanyakan. The Abyss, T2, True Lies, dan Titanic tercatat sebagai film termahal yang pernah diproduksi pada masanya. Biaya sebesar itu biasanya ia gunakan untuk menciptakan setting yang megah serta efek visual yang spektakuler. Seperti dalam, The Abbys, Cameron menggunakan set bawah laut yang besar untuk syuting bawah airnya. Pada produksi Titanic misalnya, Cameron merekonstruksi ulang kapal besar dalam skala kurang lebih sama lengkap dengan setting interiornya. Sementara untuk efek visual semua film-film Cameron sangat dominan menggunakan teknologi CGI. Tercatat lima filmnya meraih piala Oscar untuk efek visual terbaik.
Tema film-film Cameron seringkali bersinggungan dengan teknologi versus manusia. Bagaimana teknologi mampu membantu manusia atau justru menghancurkan umat manusia. Dalam seri Terminator, tampak bagaimana teknologi mampu membawa petaka bagi umat manusia, namun di sisi lain juga menolong keberlangsungan hidup manusia. Dalam Aliens, tampak bagaimana teknologi yang sedemikian canggih tidak mampu menghadapi makhluk asing yang tergolong sangat primitif. Dalam Titanic, kapal maha besar yang diyakini tidak mampu karam ternyata tenggelam dalam pelayaran pertamanya. Tema serupa juga tampak dalam The Abyss serta Avatar. Masih pula terkait teknologi, dalam banyak filmnya, Cameron juga selalu menampilkan ledakan nuklir dalam skala besar, seperti dalam Aliens, T2, hingga True Lies. Eksplorasi bawah laut dengan teknologi canggih juga muncul dalam The Abyss, Titanic, serta beberapa film dokumenter bawah lautnya.
Satu ciri lain yang tampak dominan dalam film-film Cameron adalah aspek feminisme yang kental. Tokoh utama wanita dalam film-filmnya lazimnya memiliki kepribadian kuat, berani, maskulin, keras, serta independen. Ellen Ripley (Aliens), Sarah Connor (T2), Neytiri (Avatar) merupakan contoh sempurna tokoh wanita tipikal Cameron. Walau tidak seekstrem di atas, namun tokoh-tokoh wanita seperti, Lindsey Brigman (The Abyss), Helen Tasker (True Lies), Rose (Titanic), hingga Max (seri Dark Angel), juga memiliki kepribadian karakter yang nyaris senada.
Cameron juga dikenal sangat piawai dalam membuat adegan-adegan aksi kelas satu yang dikenang sepanjang masa. Adegan kejar-mengejar seru dan menegangkan seringkali muncul dalam film-filmnya. Baik moda transportasi dan setting yang digunakan pun beragam dan jarang kita lihat dalam film-film aksi lainnya. Satu yang paling dikenang adalah adegan-adegan aksi dalam T2 yang memperlihatkan kejar-mengejar antara motor dengan truk besar, mobil polisi dengan helikopter, dan lainnya. Dalam True Lies memperlihatkan adegan aksi kejar mengejar antara motor dengan kuda, dan bahkan pada satu sekuen aksi menggunakan pesawat tempur di tengah kota. Dalam Aliens, Ripley menggunakan robot yang dikontrol manual untuk melawan si ratu alien pada sekuen klimaks.
Dalam membangun sekuen aksinya untuk menambah unsur ketegangan, Cameron sangat menyukai penggunaan teknik crosscutting. Shot seringkali berpindah-pindah menunjukkan pihak pengejar (pemburu) dan pihak yang dikejar (buruannya), seperti pada dua seri Terminator serta Aliens. Cameron juga menyukai pergerakan dan sudut kamera yang dinamis, seperti pada adegan aksi ia seringkali menggunakan tracking shot. Dalam momen-momen tertentu untuk menambah unsur dramatik sebuah adegan, Cameron juga menyukai penggunaan teknik slow-motion. Ilustrasi musik juga merupakan salah satu kekuatan film-film Cameron dalam membangun semua adegannya seperti musik tema Terminator dan Titanic yang melegenda.
Mungkin ini terlihat sepele namun film-film Cameron selalu dikenang melalui “memorable lines” yang sangat jarang sekali dilakukan sineas lainnya dalam semua filmnya. Ungkapan atau kata-kata melegenda tersebut seringkali dipakai dalam film-film lain setelahnya. Seri Terminator termasuk film yang paling banyak menyumbang “memorable lines”. “I’ll be back”, kata-kata yang diucapkan oleh sang robot pembunuh (Schwarzenegger) menjadi salah satu “memorable lines” paling melegenda sepanjang sejarah sinema. Belum lagi kata-kata seperti “Hasta la vista baby”, “Come with me if you want to live” dan lainnya. Sementara film-film lainnya, “Get away from her u b***h” adalah “memorable lines” dalam Aliens, kemudian “I’m the King of the World” dalam Titanic serta masih banyak lainnya.
Sepanjang karirnya Cameron juga sering berkolaborasi dengan pemain dan kru yang sama. Arnold Schwarzenegger, Bill Paxton, serta Michael Biehn tercatat adalah para pemain yang paling sering bermain dalam film-film Cameron. Untuk ilustrasi musiknya, Cameron juga sering berkolaborasi bersama Brad Friedel dan James Horner. Kemudian produser yang juga istrinya selama beberapa periode, yakni Gale Ann Hurd. Lalu editor Conrad Buff serta Richard A. Harris, sinematografer Russel Carpenter, serta tata make-up khusus Stan Winston.
Cameron dikenal sebagai sutradara yang temperamental dan perfeksionis. Banyak kru dan pemain seringkali mengeluhkan Cameron yang memimpin layaknya diktator hingga sering membuat mereka frustasi. Film-film yang diproduksinya nyaris seluruhnya over schedule serta over budget. Namun reputasi besarnya membuat para eksekutif studio-studio besar justru seringkali mengalah padanya. Terlepas dari hal tersebut, Cameron terbukti telah memproduksi karya-karya film yang berkualitas serta sukses secara komersil. Belasan penghargaan Oscar serta bilyunan juta dollar yang telah diraihnya menjadi bukti nyata keberhasilan dirinya menjadi salah satu sutradara besar di dunia saat ini serta sutradara paling sukses di Hollywood.
Himawan Pratista
Artikel yang sangat menarik .I LIKE James Cameron.
ReplyDelete