Film Masala Berselera Barat
Lagaan (2001) merupakan Film produksi Bollywood yang ditulis dan diarahkan oleh Ashutosh Gowariker. Sang bintang Bollywood, Amir Khaan selain ikut bermain sebagai pemain utama juga menjadi produser film ini. Khan didampingi oleh aktris India debutan, Gracy Singhs, serta aktor-aktris asing, yakni Rachel Shelley dan Paul Blackthorne. Lagaan merupakan sedikit dari film India yang mampu meraih sukses komersil maupun kritik baik domestik maupun internasional.
Lagaan mengambil setting cerita pada tahun 1893 ketika India masih dibawah pemerintahan kolonial Inggris. Cerita mengambil tempat di sebuah kampung gersang terpencil bernama Champener di wilayah Gujarat. Lagaan bermakna upeti atau pajak yang wajib diberikan warga kampung setiap tahunnya untuk pemerintah kolonial. Pimpinan kantong pemerintah Inggris di wilayah Champener, Kapten Russel (Blackthorne) dengan alasan yang tak jelas mendadak menaikkan pajak dua kali lipat. Warga kampung sontak protes. Di luar dugaan Russel malah menantang Bhuvan (Khan), salah seorang pemuda kampung untuk bermain cricket (olahraga tradisional Inggris), jika menang mereka akan dibebaskan pajak selama tiga tahun namun jika kalah mereka harus membayar pajak tiga kali lipat.
Dari sisi plot boleh dibilang tidak ada yang istimewa dalam filmnya. Plot “David versus Goliath” yang menggambarkan kegigihan para atlit (warga kampung Champener) dalam meraih kegemilangan dicapai dengan jalan yang tidak mudah, seperti familiar bukan? Lagaan memang menggunakan formula film-film olahraga Hollywood lazimnya. Bedanya Lagaan adalah film masala. Seperti film masala lazimnya, Lagaan berdurasi sangat panjang lebih dari tiga jam. Unsur drama dan aksi menjadi menu utama namun bumbu roman, komedi, serta tentu saja musikal menjadi keunikan filmnya. Sepertiga akhir cerita yang berdurasi satu jam hanya menampilkan pertandingan cricket yang berjalan sangat menegangkan sekalipun kita tidak mengetahui aturan permainan tersebut.
Salah satu keberhasilan utama film ini adalah pemilihan lokasi setting-nya yang eksotis. Konon setting kampung, termasuk puluhan rumah gubuk dan pura di atas bukit dibangun dengan meyakinkan seperti aslinya. Tampak dalam semua sekuen musikalnya memperlihatkan secara mendetil setting kampung ini. Belum lagi lokasi pertandingan cricket yang menjadikan perbukitan disekitarnya bak stadion olahraga. Bicara sekuen musikal tidak bisa lepas dari peran komposer kondang A.R. Rahman yang mampu menyajikan beberapa nomor yang manis. Sekuen musikal menawan ketika warga kampung bergembira ria menyongsong hujan serta suasana syahdu ketika warga kampung memohon pada Sang Pencipta. Dalam satu nomor ketika Bhuvan, Gauri, dan Elizabeth saling memadu kasih, Rahman juga secara apik mengkombinasi lirik lokal dengan lirik barat. Sesuai tuntutan cerita, nuansa “bule” terasa begitu kental dan tercatat penampilan Blackthorne sebagai Kapten Russel adalah yang paling menonjol. Sementara pemain lainnya semua bermain wajar, tidak lebih dan tidak kurang.
Rasanya tidak berlebihan jika Lagaan dianggap sebagai salah satu film masala terbaik. Secara keseluruhan Lagaan adalah sebuah film menghibur yang sarat dengan nilai-nilai luhur serta pesan sederhana membuat durasi film yang demikian panjang tidak kita rasakan sama sekali. Satu ucapan heroik Bhuvan yang rasanya kita bisa ambil spirit-nya, “To them this is just a game but to us this is our live…”
M. Pradipta
Lagaan mengambil setting cerita pada tahun 1893 ketika India masih dibawah pemerintahan kolonial Inggris. Cerita mengambil tempat di sebuah kampung gersang terpencil bernama Champener di wilayah Gujarat. Lagaan bermakna upeti atau pajak yang wajib diberikan warga kampung setiap tahunnya untuk pemerintah kolonial. Pimpinan kantong pemerintah Inggris di wilayah Champener, Kapten Russel (Blackthorne) dengan alasan yang tak jelas mendadak menaikkan pajak dua kali lipat. Warga kampung sontak protes. Di luar dugaan Russel malah menantang Bhuvan (Khan), salah seorang pemuda kampung untuk bermain cricket (olahraga tradisional Inggris), jika menang mereka akan dibebaskan pajak selama tiga tahun namun jika kalah mereka harus membayar pajak tiga kali lipat.
Dari sisi plot boleh dibilang tidak ada yang istimewa dalam filmnya. Plot “David versus Goliath” yang menggambarkan kegigihan para atlit (warga kampung Champener) dalam meraih kegemilangan dicapai dengan jalan yang tidak mudah, seperti familiar bukan? Lagaan memang menggunakan formula film-film olahraga Hollywood lazimnya. Bedanya Lagaan adalah film masala. Seperti film masala lazimnya, Lagaan berdurasi sangat panjang lebih dari tiga jam. Unsur drama dan aksi menjadi menu utama namun bumbu roman, komedi, serta tentu saja musikal menjadi keunikan filmnya. Sepertiga akhir cerita yang berdurasi satu jam hanya menampilkan pertandingan cricket yang berjalan sangat menegangkan sekalipun kita tidak mengetahui aturan permainan tersebut.
Salah satu keberhasilan utama film ini adalah pemilihan lokasi setting-nya yang eksotis. Konon setting kampung, termasuk puluhan rumah gubuk dan pura di atas bukit dibangun dengan meyakinkan seperti aslinya. Tampak dalam semua sekuen musikalnya memperlihatkan secara mendetil setting kampung ini. Belum lagi lokasi pertandingan cricket yang menjadikan perbukitan disekitarnya bak stadion olahraga. Bicara sekuen musikal tidak bisa lepas dari peran komposer kondang A.R. Rahman yang mampu menyajikan beberapa nomor yang manis. Sekuen musikal menawan ketika warga kampung bergembira ria menyongsong hujan serta suasana syahdu ketika warga kampung memohon pada Sang Pencipta. Dalam satu nomor ketika Bhuvan, Gauri, dan Elizabeth saling memadu kasih, Rahman juga secara apik mengkombinasi lirik lokal dengan lirik barat. Sesuai tuntutan cerita, nuansa “bule” terasa begitu kental dan tercatat penampilan Blackthorne sebagai Kapten Russel adalah yang paling menonjol. Sementara pemain lainnya semua bermain wajar, tidak lebih dan tidak kurang.
Rasanya tidak berlebihan jika Lagaan dianggap sebagai salah satu film masala terbaik. Secara keseluruhan Lagaan adalah sebuah film menghibur yang sarat dengan nilai-nilai luhur serta pesan sederhana membuat durasi film yang demikian panjang tidak kita rasakan sama sekali. Satu ucapan heroik Bhuvan yang rasanya kita bisa ambil spirit-nya, “To them this is just a game but to us this is our live…”
M. Pradipta
No comments:
Post a Comment