Home

A Christmas Carol, Kisah Klasik dalam Kemasan Visual Menakjubkan

19 November 2009,
A Chritsmas Carol adalah film animasi 3D garapan sineas kawakan, Robert Zemeckis. Sang sineas sebelumnya telah membuat film animasi bergaya sejenis yakni, Polar Express (2004) dan Beowulf (2007). Naskah filmnya diadaptasi dari novel klasik berjudul sama karya Charles Dickens. Film ini dibintangi oleh bintang komedi top, Jim Carey dengan didampingi beberapa bintang seperti, Gary Oldman, Colin Firth, serta Robin Wrigth Penn.

Ebenezer Scrooge (Carey) adalah seorang laki-laki tua kaya bujangan yang kikir, pelit, serta tidak peduli dengan sesama. Scrooge selalu mengukur segala sesuatunya dengan uang dan harta adalah hanya satu-satunya hal yang ia pikirkan di dunia ini. Asistennya yang setia, Bob Crachit (Oldman), diperlakukan semena-mena dan digaji minim, serta ia menganggap rendah, (Firth), keponakannya yang miskin. Beberapa tahun sepeninggal rekannya, Jacob Marley, di malam natal, Scrooge didatangi arwah sobatnya. Marley mengingatkan agar sobatnya agar tidak seperti dirinya yang selama ini terkungkung di dunia arwah karena terikat dengan materi. Scrooge lalu didatangi tiga roh (malaikat) yang membawanya ke masa lalu, masa sekarang, dan masa depannya untuk membuatnya sadar akan arti cinta kasih.
..

Entah sudah berapa kali Christmas Carol diadaptasi ke layar lebar maupun film televisi baik dalam versi animasi maupun live action. Kalau tidak salah versi animasinya untuk bioskop juga pernah diproduksi beberapa tahun silam. Penonton yang sudah hafal dengan ceritanya (pernah menonton filmnya) bisa jadi tidak menemui sesuatu yang berbeda dalam film adaptasinya kali ini. Film ini hanya memiliki kemasan yang berbeda terutama dari sisi pencapaian animasinya. Dari sisi cerita, entah karena mungkin sudah terlalu sering diadaptasi dalam medium film, kisahnya kali ini terasa lebih singkat dan pendek. Beberapa bagian cerita banyak yang masih kurang dijelaskan. Contohnya, alasan mengapa Scrooge berubah menjadi kikir tidak banyak dijelaskan dan hanya digambarkan dalam satu segmen yang sangat pendek. Bagaimana nasib Belle selanjutnya juga tidak jelas padahal masuknya karakter ini ke dalam cerita ini cukup istimewa. Separuh awal durasi filmnya juga cenderung membosankan karena tempo alur ceritanya yang sangat lambat.

Tidak diragukan, salah satu nilai lebih film ini adalah pencapaian grafisnya yang sangat-sangat mengagumkan. Gambarnya juga pasti jauh lebih baik jika ditonton dalam format 3D. Dengan gaya animasi yang sama dengan Polar Express dan Beowulf, namun Christmas Carol memiliki ketajaman serta kualitas gambar yang jauh lebih nyata. Mata kamera kali ini bergerak jauh lebih dinamis dan agresif seperti tampak pada sekuen pembuka. Satu yang paling menawan adalah ketika penonton serasa ikut “terbang” melintasi tiap sudut kota, desa, dan hutan ketika Scrooge dibawa ke masa lalu, kini dan masa depannya. Nyaris sepanjang filmnya dikemas dalam nuansa suram, sepi, gelap, dan dingin sangat cocok dengan suasana batin Scrooge yang tidak memiliki nurani dan kasih. Hantu sobat Scrooge, Marley, yang terbelenggu rantai dan kotak harta, juga mampu divisualisasikan begitu indah dan menawan. Tercatat segmen yang paling indah sekaligus menakutkan adalah ketika Scrooge dibawa untuk melihat liang lahatnya sendiri. Christmas Carol rasanya adalah salah satu pencapaian animasi terbaik yang pernah ada dari film-film animasi sebelumnya.

Seperti film-film Jim Carey lazimnya, sang aktor selalu tampil dominan dalam filmnya. Carey tercatat juga pernah bermain dalam film bertema natal yakni The Grinch (2000). Dalam film ini, tidak tangung-tanggung Carey mengisi suara dan bermain dalam delapan tokoh/karakternya, diantaranya para roh (malaikat), Scrooge cilik, remaja, dewasa, hingga tua. Dengan gaya serta mimiknya yang khas, Carey lagi-lagi menjadi one man show dalam filmnya. Rasanya tidak ada aktor selain Carey yang mampu menampilkan karakter Scrooge demikian menyebalkan dan “menjijikan” seperti ini.

Zemeckis kali ini dengan gaya animasinya yang unik, mampu mengadaptasi kisah klasik yang sederhana dan mengimaginasikannya ke layar lebar dengan sangat istimewa. Penonton seperti sungguh-sungguh dibawa ke dalam mimpi buruk Scrooge serasa sebuah pengalaman nyata yang sangat mengerikan. Penonton masa kini bisa jadi jenuh dengan film-film yang memiliki pesan moral sederhana seperti ini, “Kebahagiaan sejati tidak bisa diukur dengan uang” tetapi mengapa tidak. Di jaman sekarang yang memang segala sesuatunya diukur dengan uang siapa tahu film ini benar-benar mampu menyadarkan kita. Kebahagiaan sejati memang tidak bisa diukur dengan uang. Siapa mau percaya? (B)

No comments:

Post a Comment