Goldfinger (1964) merupakan film ketiga petualangan agen rahasia 007 setelah Dr. No (1962) dan From Russia with Love (1963). Seperti sebelumnya, film ini diadaptasi dari novel berjudul sama karya Ian Fleming. Goldfinger merupakan film Bond pertama yang diarahkan oleh Guy Hamilton setelah sineas dua film sebelumnya, Terence Young, terlibat dalam produksi film lain. Untuk ketiga kalinya, aktor legendaris Inggris, Sean Connery kembali bermain sebagai James Bond, dan kali ini didampingi oleh Honor Blackman, Gert Frobe, Shirley Eaton, dan Harold Sakata. Beberapa pemain kunci film Bond sebelumnya juga muncul yakni, Bernard Lee (M), Louis Maxwell (Miss Moneypenny), serta Desmon Llewelyn (Q). Goldfinger dianggap banyak pengamat sebagai film Bond paling berpengaruh yang menjadi titik tolak bagi pengembangan film-film Bond berikutnya.
Bond kali ini mendapat tugas untuk menyelidiki seorang pebisnis bernama Auric Goldfinger (Frobe) yang dicurigai pihak MI6 telah menyelundupkan emas ke luar negeri. Tugas Bond sederhana, yakni mencari tahu bagaimana cara Goldfinger menyelundupkan emasnya ke luar negeri. Penyelidikan membawa Bond ke sebuah areal gudang milik Goldfinger di wilayah perbukitan Swiss. Disana tanpa diduga rencana Bond dirusak oleh seorang penembak gelap yang ternyata seorang wanita muda bernama Tilly Masterson (Eaton), yang ingin membunuh Goldfinger untuk membalas dendam atas kematian adiknya. Dalam pengejaran, Tilly tewas terbunuh dan Bond tertangkap. Selama dalam tawanan, Bond akhirnya mengetahui skema besar Goldfinger. Sang bos bersama asistennya, Pussy Galore (Blackman) ternyata berniat untuk membom atom Fort Knox, tempat cadangan emas AS, dengan tujuan untuk menghancurkan ekonomi dunia sehingga akan menaikkan nilai jual emasnya. Bond dalam kondisi tertawan menggunakan segala kemampuan otak serta pesonanya untuk membalikkan keadaan dan menyelamatkan dunia sebelum semuanya terlambat.
Seperti umumnya film-film Bond, Goldfinger menggunakan alur plot linier sederhana dengan durasi waktu cerita yang pendek. Namun uniknya nyaris seluruh plot (95%) sejak awal hingga akhir, mata kamera selalu mengikuti karakter Bond. Informasi cerita penting seluruhnya didapat melalui Bond, seperti bagaimana rencana Goldfinger menerobos Fort Knox, yang ia curi dengar dari ruang basement dibawah maket (model). Lazimnya film-film Bond, garis besar rencana jahat sang bos telah kita ketahui sejak awal. Hal ini memungkinkan banyak kejutan cerita dalam filmnya. Melalui penuturan seperti ini sosok Goldfinger yang semula kita remehkan, sedikit demi sedikit mulai tampak karismanya sebagai sosok bos jahat yang cerdas dan berpengaruh. Keunikan plot juga terlihat melalui karakter Tilly Masterson. Kemunculan karakter Tilly yang demikian kuat seolah memberi kesan pada kita bahwa sang gadis akan menjadi pendamping tetap Bond hingga akhir filmnya. Namun tak diduga hanya berselang beberapa waktu, sang gadis tewas tragis oleh bawahan Goldfinger. Karakter bond girl lainnya, Pussy Galore baru muncul setelah separuh filmnya, itu pun tidak hingga akhir film kita (termasuk Bond sendiri) baru mengetahui jika sang gadis berpihak pada Bond.
Jika dibandingkan dengan film-film Bond lainnya, Goldfinger terhitung minim adegan aksi. Adegan aksi seru tercatat hanya dua sekuen saja, yakni ketika Bond dengan menggunakan mobil canggihnya menghindari kejaran para musuh di Swiss, serta sekuen klimaks di Fort Knox. Film Bond sejatinya bukanlah merupakan film aksi semata. Bond menggunakan aksi kekerasan jika ia terpaksa atau terdesak, dan dalam Goldfinger inilah hal ini tampak. Bond juga tidak digambarkan sebagai sosok jagoan yang tak bisa kalah. Nyaris sepanjang film ia selalu dalam posisi lemah dan sama sekali tak mendapat bantuan pihak luar. Bond mengandalkan keberuntungan semata dan pada akhirnya pesonanyalah (charm) yang menolongnya. Menjelang akhir film barulah Bond mengetahui jika Pussy yang ternyata merusak semua rencana Goldfinger. “I must have appeal to her maternal instict” ujarnya. Padahal ketika pertama kali bertemu Bond, Pussy sempat berujar, “You can turn off the charm.. I’m immune”. Ini baru James Bond!
Seperti Film-film Bond lazimnya, Goldfinger menampilkan peralatan serta perlengkapan spionase buatan Q yang jauh melewati jamannya. Sebenarnya sejak From Russia with Love peralatan spionase sejenis telah digunakan namun masih minim, hanya berupa koper multi-fungsi. Satu alat yang paling menonjol dalam Goldfinger adalah penggunaan sedan Aston Martin DB-5, yang dilengkapi peralatan canggih seperti, alat pelacak, senapan mesin, kursi pelontar, plat nomor yang bisa berganti, asap dan oli, besi anti peluru, dan banyak lainnya. Melalui kendaraan inilah Goldfinger menetapkan standar bagi peralatan (gadget) spionase di film-film Bond berikutnya. Namun satu hal yang unik, dalam film-film Bond lazimnya, peralatan tersebut seringkali mampu mengubah situasi di saat posisi Bond terjepit, namun dalam kasus Goldfinger tidak. Hal ini yang menjadikan Goldfinger terasa lebih “manusiawi” ketimbang film-film Bond lainnya.
Pesona serta kekuatan akting Sean Connery menjadi separuh kekuatan filmnya. Setelah dua film Bond sebelumnya, Connery rupanya semakin bertambah matang dan nyaman dengan karakter James Bond. Sean Connery adalah James Bond. James Bond adalah Sean Connery. Connery memang merupakan sosok yang sempurna untuk memerankan karakter Bond yang cerdas, loyal, humoris, keras, dingin, bercita rasa tinggi, serta digilai banyak wanita. Goldfinger plus lima film Bond lain yang dibintanginya telah cukup menjadikan Connery sebagai pemeran Bond terbaik sepanjang masa. Sementara Gert Frobe bermain cukup baik sebagai Goldfinger sekalipun ia bukan musuh Bond yang terbaik. Justru penampilan Harold Sakata sebagai si bodyguard, Oddjob, sekalipun tidak berkata sepatah kata pun mampu mencuri perhatian kita. Poin plus ditujukan untuk Honor Blackman yang bermain sebagai Pussy Galore. Blackman mampu bermain sangat baik sebagai sosok pilot wanita yang keras, independen, serta maskulin namun pada akhirnya takluk oleh pesona Bond. Tidak berlebihan jika Blackman dianggap sebagai salah satu pemeran bond girl terbaik.
Satu hal lagi menjadi ciri khas film-film Bond adalah musik tema Bond yang abadi kreasi John Barry. Namun kali ini musik tema Bond semakin dipertajam oleh lagu tema Goldfinger yang dilantunkan oleh penyanyi pop ternama kala itu, Shirley Bassey. Lirik dan lagunya yang dilantunkan pada opening credit begitu pas memadu dengan tema filmnya sehingga bisa dikatakan sebagai lagu tema film Bond yang terbaik. Penggunaan musik tema Goldfinger dalam adegannya pun tak pernah meleset.
Seperti umumnya film-film Bond, Goldfinger menggunakan alur plot linier sederhana dengan durasi waktu cerita yang pendek. Namun uniknya nyaris seluruh plot (95%) sejak awal hingga akhir, mata kamera selalu mengikuti karakter Bond. Informasi cerita penting seluruhnya didapat melalui Bond, seperti bagaimana rencana Goldfinger menerobos Fort Knox, yang ia curi dengar dari ruang basement dibawah maket (model). Lazimnya film-film Bond, garis besar rencana jahat sang bos telah kita ketahui sejak awal. Hal ini memungkinkan banyak kejutan cerita dalam filmnya. Melalui penuturan seperti ini sosok Goldfinger yang semula kita remehkan, sedikit demi sedikit mulai tampak karismanya sebagai sosok bos jahat yang cerdas dan berpengaruh. Keunikan plot juga terlihat melalui karakter Tilly Masterson. Kemunculan karakter Tilly yang demikian kuat seolah memberi kesan pada kita bahwa sang gadis akan menjadi pendamping tetap Bond hingga akhir filmnya. Namun tak diduga hanya berselang beberapa waktu, sang gadis tewas tragis oleh bawahan Goldfinger. Karakter bond girl lainnya, Pussy Galore baru muncul setelah separuh filmnya, itu pun tidak hingga akhir film kita (termasuk Bond sendiri) baru mengetahui jika sang gadis berpihak pada Bond.
Jika dibandingkan dengan film-film Bond lainnya, Goldfinger terhitung minim adegan aksi. Adegan aksi seru tercatat hanya dua sekuen saja, yakni ketika Bond dengan menggunakan mobil canggihnya menghindari kejaran para musuh di Swiss, serta sekuen klimaks di Fort Knox. Film Bond sejatinya bukanlah merupakan film aksi semata. Bond menggunakan aksi kekerasan jika ia terpaksa atau terdesak, dan dalam Goldfinger inilah hal ini tampak. Bond juga tidak digambarkan sebagai sosok jagoan yang tak bisa kalah. Nyaris sepanjang film ia selalu dalam posisi lemah dan sama sekali tak mendapat bantuan pihak luar. Bond mengandalkan keberuntungan semata dan pada akhirnya pesonanyalah (charm) yang menolongnya. Menjelang akhir film barulah Bond mengetahui jika Pussy yang ternyata merusak semua rencana Goldfinger. “I must have appeal to her maternal instict” ujarnya. Padahal ketika pertama kali bertemu Bond, Pussy sempat berujar, “You can turn off the charm.. I’m immune”. Ini baru James Bond!
Seperti Film-film Bond lazimnya, Goldfinger menampilkan peralatan serta perlengkapan spionase buatan Q yang jauh melewati jamannya. Sebenarnya sejak From Russia with Love peralatan spionase sejenis telah digunakan namun masih minim, hanya berupa koper multi-fungsi. Satu alat yang paling menonjol dalam Goldfinger adalah penggunaan sedan Aston Martin DB-5, yang dilengkapi peralatan canggih seperti, alat pelacak, senapan mesin, kursi pelontar, plat nomor yang bisa berganti, asap dan oli, besi anti peluru, dan banyak lainnya. Melalui kendaraan inilah Goldfinger menetapkan standar bagi peralatan (gadget) spionase di film-film Bond berikutnya. Namun satu hal yang unik, dalam film-film Bond lazimnya, peralatan tersebut seringkali mampu mengubah situasi di saat posisi Bond terjepit, namun dalam kasus Goldfinger tidak. Hal ini yang menjadikan Goldfinger terasa lebih “manusiawi” ketimbang film-film Bond lainnya.
Pesona serta kekuatan akting Sean Connery menjadi separuh kekuatan filmnya. Setelah dua film Bond sebelumnya, Connery rupanya semakin bertambah matang dan nyaman dengan karakter James Bond. Sean Connery adalah James Bond. James Bond adalah Sean Connery. Connery memang merupakan sosok yang sempurna untuk memerankan karakter Bond yang cerdas, loyal, humoris, keras, dingin, bercita rasa tinggi, serta digilai banyak wanita. Goldfinger plus lima film Bond lain yang dibintanginya telah cukup menjadikan Connery sebagai pemeran Bond terbaik sepanjang masa. Sementara Gert Frobe bermain cukup baik sebagai Goldfinger sekalipun ia bukan musuh Bond yang terbaik. Justru penampilan Harold Sakata sebagai si bodyguard, Oddjob, sekalipun tidak berkata sepatah kata pun mampu mencuri perhatian kita. Poin plus ditujukan untuk Honor Blackman yang bermain sebagai Pussy Galore. Blackman mampu bermain sangat baik sebagai sosok pilot wanita yang keras, independen, serta maskulin namun pada akhirnya takluk oleh pesona Bond. Tidak berlebihan jika Blackman dianggap sebagai salah satu pemeran bond girl terbaik.
Satu hal lagi menjadi ciri khas film-film Bond adalah musik tema Bond yang abadi kreasi John Barry. Namun kali ini musik tema Bond semakin dipertajam oleh lagu tema Goldfinger yang dilantunkan oleh penyanyi pop ternama kala itu, Shirley Bassey. Lirik dan lagunya yang dilantunkan pada opening credit begitu pas memadu dengan tema filmnya sehingga bisa dikatakan sebagai lagu tema film Bond yang terbaik. Penggunaan musik tema Goldfinger dalam adegannya pun tak pernah meleset.
Jika kita bandingkan dengan film-film Bond lainnya, Goldfinger memiliki keunikan dari sisi plot melalui kejutan cerita yang sulit kita prediksi. Kombinasi antara akting Connery, mobil Aston Martin DB5, hingga lagu tema Goldfinger semakin menambah poin filmnya. Film-film Bond secara umum tak ada yang buruk namun juga tak ada yang istimewa namun Goldfinger merupakan pengecualian. Goldfinger best Bond ever? I think so… what do you think?
No comments:
Post a Comment