Sinema Ekspresionisme Jerman

Selama perkembangan era film bisu terdapat beberapa gerakan sinema yang sangat berpengaruh di dunia, salah satunya adalah aliran ekspresionisme di Jerman. Ekspresionisme sendiri bermula dari istilah seni lukis dan puisi sebelum berkembang ke seni literatur, seni pertunjukan, seni bangunan hingga akhirnya seni film. Ekspresionisme merupakan sebuah aliran yang mengekspresikan pikiran manusia secara abstrak; aliran yang menekankan pada emosi serta reaksi personal seorang seniman; berbeda dengan aliran realisme yang mengutamakan hasil karya persis seperti wujud aslinya.

Bermula pada awal Perang Dunia Pertama ketika industri film Jerman mulai disokong oleh pemerintah akibat minimnya produksi film mereka. Hasilnya produktivitas meningkat tajam dan studio-studio baru pun mulai bermunculan. Untuk mengontrol produksi serta distribusi film-film Jerman, pemerintah lalu membentuk perusahaan film yang bernama UFA (Universelfilm Aktiengesellschaft) pada tahun 1917. Produktivitas film pun semakin bertambah dan film-film Jerman bahkan mulai dikenal di dunia internasional. Persaingan yang semakin hebat terutama dari film-film Hollywood, memaksa industri film Jerman berpikir keras untuk menghasilkan karya-karya baru yang mampu bersaing dengan produksi luar.

Pada tahun 1919, sebuah studio kecil bernama Decla merekrut dua penulis, Carl Meyer dan Hans Janowitz yang memiliki sebuah naskah film yang unik. Mereka menginginkan film tersebut diproduksi dengan gaya yang berbeda. Penata artistik, Hermann Warm, Walter Reinman, dan Walter Rohrig lalu mengusulkan film tersebut dibuat dengan gaya ekspresionisme. Akhirnya film berjudul, Cabinet of Dr. Caligary (1919) arahan sutradara Robert Wiene diproduksi dengan bujet murah. Film ini ternyata sukses di seluruh Eropa bahkan hingga ke Amerika. Sukses Caligary membuat banyak para pelaku industri film Jerman meniru gaya yang sama dalam produksi film-film mereka. Gaya ekspresionisme lalu menjadi sebuah tren sinema yang bertahan hingga beberapa tahun.
..
Tidak kurang sutradara besar Jerman masa itu seperti Friedrich Wilhelm Murnau serta Fritz Lang ikut memproduksi film-film dengan gaya ekspresionisme. Murnau memproduksi, The Haunted Castle (1921) lalu film horor berpengaruh, Nosferatu (1922) serta Faust (1926); Lang bahkan memproduksi film berskala besar, sebuah epik historis, Die Nibelungen (1923) serta film monumental berlatar futuristik, Metropolis (1927). Sutradara lain seperti Carl Boese dan Paul Wegener memproduksi film horor The Golem (1921) diikuti Paul Leni melalui Waxworks (1923). Secara seporadik pengaruh gaya ekspresionisme bahkan sampai ke Perancis dan Rusia pada periode yang sama, seperti pada film-film, L’inhumaine (1924) dan The Cloak (1926).

Gaya ekspresionisme biasanya tampak pada film bertema fiksi, fantasi, dan horor. Secara estetik, gaya ini tampak pada aspek misè en scene*, yakni latar atau setting, perabot, kostum, pencahayaan hingga karakternya yang wujudnya tidak realistik. Latar seringkali digambarkan tidak lazim, bentuknya tidak beraturan serta surealistik. Sebuah jendela rumah misalnya, bisa digambarkan berbentuk lingkaran, segitiga atau bahkan tidak beraturan. Rumah, pepohonan, jalan, jembatan dan lainnya digambarkan unik seolah latarnya menyerupai lukisan. Permainan gelap-terang sangat dominan dan kerap kali menggunakan efek bayangan. Karakter utama seringkali menggunakan kostum yang unik, ber-make up tebal, serta bergerak atau berjalan tidak seperti manusia umumnya.

Inflasi yang melanda Jerman di awal 20-an sedikit banyak mempengaruhi perkembangan gerakan ini. Biaya untuk memproduksi film-film ekspresionis menjadi lebih mahal. Film-film ekspresionis berbujet besar seperti Faust dan Metropolis ternyata juga gagal di pasaran, sehingga studio tidak lagi mau berjudi dengan memproduksi film-film sejenis. Situasi politik di Jerman yang tidak lagi kondusif juga menyebabkan para pelaku industri Jerman sebagian besar hijrah ke Eropa dan Amerika, termasuk Murnau dan Lang. Mulai tahun 1927, gerakan ekspresionisme dinyatakan telah berakhir; Cabinet of Dr. Caligary (1919) adalah film yang pertama dan Metropolis (1927) adalah film yang terakhir. Walaupun gerakan ini secara formal sudah berakhir namun pengaruh ekspresionisme tidak pernah hilang hingga kini.

Pengaruh Aliran Ekspresionisme

Walaupun gaya ekspresionisme hanya berumur tujuh tahun namun pengaruhnya begitu besar bagi perkembangan industri film di dunia. Banyaknya pelaku industri Jeman yang pindah ke Amerika kala itu juga membuat film-film Hollywood terpengaruh gaya ekspresionisme. Gaya ini terutama mempengaruhi film-film horor produksi Universal di era 30-an tampak pada latar dan karakter monsternya; film noir* di era 40-an tampak pada pengaturan tata cahaya serta penggunaan bayangan; serta film-film karya Orson Welles. Di Jerman sendiri pengaruh gaya ini masih tampak hingga awal 30-an, seperti M (1931) dan Testament Dr. Mabuse (1932), keduanya karya Lang.
.
Hingga kini pengaruh ekspresionis masih tampak dalam beberapa film, dan biasanya hanya terbatas pada jenis film fiksi atau fanstasi. Diantaranya film-film fiksi populer seperti, Brazil (1985), 12 Monkey (1995), Dark City (1998), Lemony Snicket’s A series of Unfortunate Events (2004), serta yang terbaru Pan’s Labyrinth (2007). Namun hingga kini tercatat hanya satu sineas yang nyaris seluruh karyanya loyal memakai gaya ekspresionis, yakni Tim Burton. Burton menggunakan semua elemen estetik ekspresionis nyaris sama seperti film-film ekspresionis aslinya, baik setting, kostum, karakter hingga tata cahayanya. Bahkan bisa dibilang ia melebihi para pendahulunya karena tidak hanya elemen visual semata namun Burton juga menggunakan ilustrasi musik yang khas dalam semua filmnya oleh komposer Danny Elfman. Film-filmnya antara lain, Beetle Juice (1987), Batman (1989), Edward Scisscorhands (1990), Sleepy Hollow (1999), Planet of the Apes (2001), Big Fish (2003), serta Charlie and the Chocolate Factory (2005).


Himawan Pratista

No comments: