Prince of Persia: The Sands of Time, Bermain-main dengan Waktu

30 Mei 2010,
Prince of Persia: The Sands of Time merupakan film adaptasi yang diadaptasi dari game populer berjudul sama. Film ini digarap oleh Mike Newell yang sebelumnya pernah menggarap salah satu seri sukses, yakni Harry Potter and The Goblets of Fire (2005). Produser ternama Jerry Bruckheimer mencoba berjudi dengan seri petualangan baru setelah sukses seri Pirates of the Carribean. Film ini dibintangi oleh Jake Gyllenhaal, Genma Arterton, Ben Kingsley, serta Alfred Molina.

Dastan (Gyllenhaal) adalah seorang pangeran negeri Persia yang diadopsi oleh raja Persia setelah ia menunjukkan semangat dan keberaniannya semasa ia kecil. Tanpa sepengahuan sang raja, dua saudara Dastan atas desakan paman mereka, Nizam (Kingsley) berniat menyerang kota suci Alamut yang konon tak terkalahkan. Dastan yang semula ragu akhirnya membantu dua saudaranya dan bahkan membantu meraih kemenangan. Tanpa sengaja Dastan mendapatkan sebuah belati aneh yang ternyata memiliki kekuatan maha besar. Tanpa diduga ternyata belati ini menimbulkan masalah demi masalah bagi Dastan. Ia dituduh membunuh raja Persia dan menjadi buron. Bersama putri kota Alamut, Tamina (Arterton), Dastan berusaha mencegah terjadinya malapetaka yang lebih besar.
..

Dibandingkan dengan film-film adaptasi game lainnya, Prince of Persia terbilang yang paling serius, sebut saja seperti seri Resident Evil, Alien vs Predator, Silent Hill, hingga Max Payne. Film ini diproduksi dengan bujet lebih $150 juta dengan menggunakan efek visual, setting dan kostum wah, seperti lazimnya film-film besar musim panas lainnya. Kolaborasi produser kawakan, Jerry Bruckheimer serta sineas sekelas Mike Newell tentunya kita boleh berharap sesuatu yang berbeda dalam film ini.

Satu masalah besar dalam cerita filmnya adalah masalah “waktu”. Satu kelemahan jika cerita bermain-main dengan unsur waktu adalah plot yang mudah ditebak. Sudah terlalu banyak film yang bermain dengan plot sejenis dan film ini sama sekali tidak menawarkan sesuatu yang berbeda. Karakter-karakter penting mendadak “dihilangkan” dengan cara sepele. Peristiwa demi peristiwa mengalir dengan cepat tanpa istirahat dan kadang tanpa penjelasan yang memadai. Semuanya mengarah ke sebuah penyelesaian cerita yang “sepele”, dan nyatanya benar. Dari sisi cerita juga ada yang aneh dan lucu. Nizam berniat menggunakan belati “waktu” untuk menguasai dunia. Sementara Dastan dan Tamina berusaha mencegah Nizam karena belati “waktu” tersebut akan memicu kiamat. Bagaimana pun hasilnya Nizam tua yang malang tak akan bisa menguasai dunia. Sudah sejak awal penonton yang cermat telah mengetahui hasil akhirnya.

Di luar masalah cerita, Prince of Persia adalah film yang menghibur. Sekuen-sekuen aksinya tersaji dengan seru dan menarik, sedikit berbeda dengan film-film fantasi petualangan lainnya. Seperti dalam game-nya, Dastan seringkali menyajikan aksi-aski akrobatik (mirip Parkour) yang atraktif dan mengesankan serta lincah; berlompatan dari gedung ke gedung, berayun diantara tiang, dan lainnya. Satu perkelahian apik tercatat ketika Dastan bertarung melawan satu pendekar Hasassin yang menggunakan cambuk. Sebuah aksi pertarungan yang disajikan dengan begitu dinamis, atraktif, dan orisinil. Sementara sekuen-sekuen aksi besar yang menggunakan rekayasa digital seperti pada sekuen klimaks justru tercatat biasa-biasa saja. Film ini sepertinya justru jauh lebih menarik jika lebih diperbanyak perkelahian satu lawan satu ketimbang sekuen-sekuen aksi besar yang menggunakan efek visual. Satu nilai lebih lainnya adalah sisipan unsur komedinya yang cukup segar. Satu karakter yang menarik perhatian adalah Shiek Amar yang diperankan Alfred Molina si pemilik balapan unta. Sementara Gyllenhaal dan Arterton bermain kompak dan memiliki chemistry yang cukup untuk mendukung cerita filmnya.

Prince of Persia secara umum adalah film yang sangat menghibur penonton kebanyakan. Masih meragukan apakah fans game-nya juga akan menyukai filmnya. Dari sisi sang produser, film ini jelas jauh dibandingkan pencapaian seri Pirates of the Carribean. Dari sisi sang sineas, film ini jelas sangat jauh jika dibandingkan pencapaian Harry Potter and The Goblet of Fire. Kemungkinan sekuel? Jawabnya ya walau rasanya tidak mungkin film ini sukses komersil seperti seri Pirates. Rupanya kita masih menanti film adaptasi game lainnya yang bermutu tinggi. (C)

No comments: