Max Payne, Film detektif Adaptasi Video Game

17 November 2008,
Max Payne (2008) merupakan adaptasi dari video game arahan John Moore yang memproduksi film-film aksi, seperti Behind Enemy Lines (2001), Flight to the Phoenix (2004), serta film horor, The Omen (2006). Film dibintangi oleh Mark Wahlberg serta beberapa aktor dan aktris seperti, Mila Kunis. Beau Bridges, serta Chris O Donnel.
..
..
Setelah kematian istri dan anaknya, Max Payne (Wahlberg) masih berusaha terus menyediki penyebab kematian mereka. Semakin jauh penyelidikan Max, orang-orang yang ia temui hingga partnernya tewas terbunuh tanpa alasan jelas. Max malah menjadi tersangka utama karena seluruh bukti-bukti mengarah padanya. Dalam posisi yang semakin terjepit, Max berusaha keras untuk mengungkap misteri di balik semuanya. Ia tidak menyadari jika penyelidikannya mengarah pada sebuah sindikat misterius yang ternyata juga bertanggung jawab atas kematian istri dan anaknya.
..
Aksi seru! Itu yang pertama kali ada dibenak penonton sebelum menonton filmnya, terlebih bagi para fans berat game-nya. Tapi nyatanya, film ini minim adegan aksi. Sejak adegan aksi pembuka film, tidak hingga separuh durasi film adegan aksi berikutnya muncul. Sangat mengejutkan bukan? Max Payne lebih tepat bila kita sebut sebagai film detektif. Titik berat cerita terletak pada misteri pengungkapan pembunuhan istrinya dan memang ini yang dilakukan Max sepanjang filmnya. Keberadaan valkyr, makhluk bersayap si pencabut nyawa seolah menggiring genre filmnya ke arah fantasi, namun.. hey ternyata itu cuma halusinasi. Secara keseluruhan cerita hanya menarik pada separuh durasi awal selebihnya (seperti biasa) alur cerita mudah ditebak. Tak ada yang istimewa namun juga tidak bisa dibilang buruk. Satu hal yang sedikit menggangu adalah halusinasi makhluk bersayap ketika meminum ramuan berwarna biru (valkyr). Jika itu cuma halusinasi mengapa semua orang bisa memiliki wujud halusinasi yang sama?

Adegan aksinya yang banyak menggunakan slow-motion ala Matrix juga sama sekali tak ada yang istimewa. Pada satu adegan ketika Max menjatuhkan badannya lalu menembak seorang penjahat dibelakangnya, teknik slow-motion malah terasa mengganggu karena durasinya terlalu lama. Setting-nya yang banyak menggunakan elemen-lemen film noir cukup pas mendukung ceritanya. Penggunaan suasana setting yang cenderung gelap, yakni jalanan, warehouse, gang-gang, kota yang suram, tata cahaya low-key, lampu neon box (menyala-mati), plus butiran-butiran salju sangat efektif membangun nuansa misteri cerita secara keseluruhan. Untuk pilihan kastingnya, sekeras apapun usaha sang aktor tetap saja sosok Walhberg masih tampak kurang dingin sebagai sosok Max.

Adaptasi game ke film memang bukanlah sesuatu yang mudah. Sineas umumnya memilih untuk fokus pada adegan-adegan aksinya sesuai spirit game yang diadaptasi seperti, Resident Evil, Alien vs Predator, Mortal Kombat, dan lainnya. Namun faktanya, hanya sedikit dari film-film tersebut yang terbilang lumayan. Sementara titik berat pada unsur non-aksi seperti halnya Max Payne, terhitung sangat minim. Silent Hill adalah contoh yang paling baik dan film ini juga menggunakan pendekatan estetik yang serupa dengan Max Payne. Sebagai penutup, untuk film aksi Max Payne jelas mengecewakan banyak penonton khususnya para penggemar game-nya, namun sebagai film detektif dengan kejutan bumbu “fantasi”, Max Payne terbilang tidak mengecewakan. (B-)

1 comment:

Anonymous said...

Yups,terus terang saya sebagai pencinta game emang kecewa berat "no action package" adaptasi dari game ke movies sedikit berbeda ceritanya ... tetapi sabagai pencinta movies saya lega dimana sineas berusaha untuk tidak semata-mata mengadopsi semuanya dari game, yang kebiasaannya adapatasi dari game cenderung temanya amat dangkal.Saya pikir lebih bisa menikmati mopvies tersebut apabila belum memainkan gamenya terlebih dahulu.