Buried, Eksplorasi Mengesankan dari dalam Peti Mati

25 Desember 2010
Buried (2010)
Sutradara: Rodrigo Cortez
Produser: Adrian Guerra / Peter Safran / Samuel Hadida
Penulis Naskah: Chris Sparling
Pemain: Ryan Reynolds
Ilustrasi Musik: Victor Reyes
Penata Kamera: Eduard Grau
Editing: Rodrigo Cortez
Studio: The Safran Company / Versus Entertainment / Dark Trick Films
Distributor: Lionsgate
Durasi: 94 menit
Bujet: kurang dari $2 juta

Paul Conroy (Reynolds) mendapati dirinya terikat dan dikubur hidup-hidup dalam sebuah peti mati. Ia panik menjerit minta tolong dan berusaha sekuatnya untuk keluar dari peti namun usahanya sia-sia. Tak lama ia menyadari sebuah handphone berada di dekatnya. Dengan hanya bermodal sebuah handphone isi baterai bersisa separuh, Paul berusaha menghubungi orang-orang yang ia yakini bisa menolongnya keluar dari mimpi buruk ini.

Film dengan setting minim memang bukan hal baru. Tercatat sineas thriller kawakan Alfred Hitcock gemar menggunakan setting dalam ruang yang terbatas, seperti Rear Window, The Rope, Dial M for Murder, hingga Lifeboat. Lifeboat tercatat merupakan setting yang paling minim yakni hanya dalam satu sekoci penyelamat. Belum lama lalu film produksi Jerman, Lebanon (2009) mengambil setting interior sebuah tank. Namun Buried sejauh ini tercatat adalah film yang menggunakan setting paling sempit (minim), yakni dalam sebuah peti mati. Mata kamera sama sekali tak pernah beranjak menyorot ruang dalam peti mati.

Apa yang bisa ditawarkan dari setting begitu sempit dan terbatas ternyata melebihi yang kita bayangkan. Setting cerita pasca invasi Irak serta motif tebusan teroris membuat segalanya menjadi memungkinkan. Handphone menjadi satu-satunya alat yang ampuh untuk mengembangkan cerita. Dari awal hingga akhir unsur ketegangan cerita berjalan semakin meningkat tanpa memaksa sedikit pun. Hanya solusi cerita dirasa terlalu mudah, kurang setimpal dengan semua usaha yang telah dilakukan oleh Paul. Apa mau dikata, apa lagi yang bisa kita lakukan jika kita dikubur hidup-hidup? Sungguh-sungguh sebuah mimpi buruk.

Apa yang diinginkan sineas adalah penonton benar-benar merasakan seperti apa rasanya jika kita dikubur hidup-hidup. Rasa frustasi dan takut tak hanya dialami oleh Paul namun juga oleh kita. Unsur realistik juga dibangun melalui tata cahaya natural yang “hanya” menggunakan alat penerangan yang dimiliki Paul yakni, pemantik api, lampu handphone, serta lampu senter (sepertiga akhir cerita). Terakhir, separuh kekuatan filmnya jelas adalah akting menawan Ryan Reynolds yang memberikan segalanya untuk perannya ini. Rasa frustasi, takut, gelisah, optimis, serta penuh harap membaur seluruhnya dalam wajah Paul yang nyaris di-close up sepanjang film. Permainan sudut kamera adalah satu hal yang mampu membuat penonton tidak bosan sekalipun setting-nya hanya itu-itu saja.

Buried dari satu sisi tidaklah menuturkan cerita namun adalah sebuah perjalanan sinematik yang meruntuhkan kelaziman film-film masa kini. Boleh jadi idenya bukanlah hal yang baru namun keberanian untuk mengangkat kisah film ini mampu mengingatkan jika medium film masih bisa dieksplorasi lebih jauh tanpa teknologi canggih masa kini. Hitchcock bisa jadi iri dengan pencapaian film ini namun jika ia masih hidup rasanya ia bisa berbuat lebih baik. Seperti halnya film-film Hitchcock, Buried dengan berjalannya waktu akan semakin banyak dikenang para pecinta film. Buried memang bukanlah film istimewa namun kelak merupakan salah satu film penting bagi sejarah perkembangan sinema modern. Coba setting apa lagi yang lebih sempit dari peti mati? (B)

No comments: